Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Panja DPR Dorong Pengganti UU No. 39/2004 Tentang Perlindungan TKI

Anggota panitia kerja (Panja) RUU No. 39/2004 mendorong pemerintah untuk mengganti UU No. 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri setelah pemerintah melakukan penolakan 55% usulan RUU dari Panja.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Kabar24.com, JAKARTA - Anggota panitia kerja (Panja) RUU No. 39/2004 mendorong pemerintah untuk mengganti UU No. 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri setelah pemerintah melakukan penolakan 55% usulan RUU dari Panja.

Anggota Panja Lalu Muhammad Iqbal mengatakan dorongan membuat UU baru cukup beralasan. Salah satunya, karena pemerintah memiliki kewajiban lainnya untuk membuat undang undang implementasi nasional.

Adapun dasarnya bersumber dari poin-poin ratifikasi Konvensi Internasional Tahun 1990 tentang perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya. Ratifikasi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan hak-hak buruh imigran Indonesia secara paripurna.

Pemerintah dalam hal ini terdiri dari enam kementerian, yaitu Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Keenam kementerian tersebut sebelumnya memberikan tanggapan atas RUU No. 39/2014 dalam bentuk daftar inventarisasi masalah (DIM). Dari keseluruhan usulan RUU yang diajukan Panja, pemerintah menolak sebanyak 55% dari total usulan, sementara 19% lainnya perlu pembahasan lebih lanjut dan sisanya dikosongkan.

"Mau tak mau nantinya akan ada dua UU yang sama mengenai perlindungan tenaga kerja. Daripada kerja dua kali, lebih baik buat UU baru karena ada risiko bila ada dua UU yang berlaku, secara prinsip akan terjadi tabrakan. Merevisi UU terlalu besar agendanya, poin yang harus dibahas menjadi terlalu luas. Secara filosofis, aturan dalam UU No. 39/2004 bertolak belakang dengan ratifikasi Konvensi Internasional Tahun 1990," kata dia, Selasa (9/2/2016).

Lalu melanjutkan, banyaknya usulan yang ditolak oleh pemerintah disebabkan masih mengacunya pola pikir pemerintah pada UU yang masih berlaku saat ini. Pasalnya, UU tersebut memiliki fokus lebih mengatur bisnis penempatan tenaga kerja ketimbang perlindungan untuk tenaga kerja.

"Ini seperti jebakan batman, mindset dari UU lama itu alih-alih ingin mengatur seluruh tenaga kerja Indonesia tapi malah hanya melindungi pelaksana rumah tangga (PLRT), tidak melindungi sektor pekerja lainnya. Sebab dalam UU-nya tidak dapat mengakomodir. Pemerintah harus mengeluarkan mindset tersebut karena UU yang sekarang susah untuk jadi patokan," ujarnya.

Lalu mengatakan, UU baru diharapkan berisi amanat yang bersifat normatif dan tidak terlalu detail. Agar dalam pembuatan aturan turunannya bisa menyesuaikan dengan kondisi terbaru. Sebab, aturan yang terlalu mendetail menjadi kelemahan utama dari UU No. 39/2004,sehingga saat pemerintah menerbitkan aturan turunannya sering terjadi ketidakcocokan.

Dia menyarankan beberapa hal yang penting diamanatkan dalam UU baru adalah mengenai jaminan sosial, perlindungan TKI, dan pelayanan satu atap.

"Lebih baik diberikan mandat saja, UU tidak perlu detail agar aturan dapat longlasting," jelasnya.

Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah menambahkan pihaknya berharap UU yang baru dapat menghasilkan skema imigran yang sederhana bagi para tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri. Selain itu, mendorong revitalisasi tugas BNP2TKI dalam melakukan pengawasan untuk imigran dan meminta adanya pembatasan peranan sektor swasta.

"Selama ini untuk konteks migran dalam negeri sudah ada inspeksi secara teratur dari badan operator tersebut, namun untuk imigran belum. Padahal, masalah kerap kali muncul saat imigran bekerja seperti deportasi, aniaya, pemerkosaan, dan lain-lain," katanya.

Libatkan semua pihak

Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Nusron Wahid mengatakan sebaiknya sebelum pembicaraan UU baru ini sampai di meja Panitia Kerja (Panja), pemerintah dan DPR harus melakukan sosialisasi desiminasi informasi kepada seluruh masyarakat, termasuk mengundang seluruh stakeholder yang terkait.

Ini diperlukan demi mencegah adanya peluang dari pihak lain yang dikhawatirkan menggangu jalannya proses penyusunan rancangan UU.

"Saya khawatir takut ada yang usil, karena ada aspirasinya belum tersampaikan ke DPR. Lagipula urusan TKI ini harus diselesaikan secara satu atap karena melibatkan banyak sektor industri," kata dia.

Anggota Panja Rieke Diah Pitaloka menambahkan DPR berkomitmen agar UU yang baru dapat melindungi TKI mulai dari pelatihan, penempatan kerja, hingga balik lagi ke Indonesia sebab ini adalah tugas pemerintah.

"Bila ada persoalan, yang wajib mengurusnya adalah pemerintah, itu amanat dari konstitusi kita," ujar Rieke.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Marsya Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper