Bisnis.com JAKARTA - Pertumbuhan ritel modern di Indonesia telah masuk pada angka yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dihimpun DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), jumlah ritel modern telah mencapai lebih dari 36.000 gerai di seluruh Indonesia. Sungguh angka yang mengejutkan.
Namun yang lebih mengejutkan lagi, hampir mencapai 50% dari jumlah tersebut terindikasi bodong atau tidak lengkap secara perizinan serta melanggar zonasi. Jumlah pasar tradisional saja hanya sekitar 12.000 pasar.
Menjamurnya ritel modern bodong ini telah menggerus omzat pedagang pasar dan pedagang kelontong. Hasil kajian IKAPPI mencatat terjadi penurunan omzet pedagang kelontong hingga 40%. Apalagi, maraknya ritel modern yang keberadaanya jelas jelas melanggar zonasi karena berdekatan dengan pasar tradisional.
Data AC Nielsen menyebutkan pasar modern tumbuh sebesar 31,4%, sedangkan pasar tradisional minus 8,1%.
DPP IKKAPI juga menyayangkan, atas nama investasi banyak pemerintah daerah bersikap tutup mata atas pelanggaran pelanggaran yang dilakukan pihak pengusaha ritel.
DPP IKKAPI melihat ada indikasi kebijakan pemerintah yang didompleng oleh beberapa oknum peritel modern guna mendorong deregulasi atas kebijakan pemerintah yang menurut mereka menghambat ekspansi dagang mereka, seperti surat edaran Kementerian Perdagangan No 1310/M-DAG/SD/2004/2014 yang dikeluarkan pada 22 Desember 2014.
Para oknum ini juga mendorong agar terciptanya debirokrasi untuk ekspansi bisnis mereka. Padahal bila dicermati, dalam mengamati perjalanan bisnis ritel modern justru mereka telah lama berdiri dengan mengangkangi banyak regulasi. Faktanya banyak sekali ritel modern bodong yang berdiri tanpa memiliki kelengkapan perizinan, seperti IUTM, izin gangguan (hinder ordonnantie), IMB, dan lain-lain.
Untuk pelaku ritel modern yang berbisnis dengan curang ini, Pemerintah harus berani mengambil tindakan hukum yang tegas. Tidak hanya menindak dengan penutupan paksa, tetapi juga harus ada sanksi hukum hingga ke perusahan pemegang merek ritel tersebut. Karena sejatinya hukum tanpa penegakan hukum tidak ada artinya.
*) Miftahudin, Wakil Sekjend DPP IKAPPI (Ikatan Pedagang Pasar Indonesia)