Bisnis.com, JAKARTA – Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata sejak 21 Oktober 2004, lahir di Singaraja, Bali, 24 April 1949. Kini, dia akan memasuki usia ke-66 tahun. Namun, kini, sarjana Teknik Mesin dari Institut Teknologi Bandung 1974 dan dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1983, tengah berjuang untuk membuktikan dirinya bukan orang yang bersalah.
“Saya berjuang untuk dibebaskan,” katanya saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/1/2016). Maksudnya meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari segala tuntutan yang dialamatkan kepada dirinya.
Dalam perkara ini, Jero Wacik dituntut sembilan tahun penjara ditambah denda Rp350 juta subsider empat bulan kurungan dan uang pengganti Rp18,79 miliar subsider empat tahun kurungan karena menyalahgunakan dana operasional menteri (DOM) selama menjadi Menbudpar dan Meneri ESDM dan menerima gratifikasi.
"Di pengadilan ini saya membela diri, saya menggugat ketidakadilan dan saya minta dibebaskan,” tutur Jero Wacik, yang --menurut --tokohindonesia.com-- memiliki tiga usaha, dua di antaranya bergerak di bidang kepariwisataan, yaitu biro pariwisata PT Griya Batu Bersinar dan PT Pesona Boga Suara yang berkantor di Jakarta dan Bali. Satu lainnya adalah PT Putri Ayu yang bergerak di bidang interior dan desain tekstil.
BERITA TERKAIT: Dituntut 9 Tahun Penjara dan Denda, Jero Wacik Merasa Keberatan
Apakah akan berhasil? “Memperjuangkan kebenaran memerlukan keberanian dan kesabaran.” Dia mengatakan Pandawa hanya berlima memperjuangkan kebenaran, melawan 100 Kurawa yang zalim. Tuhan berpihak pada Pandawa, kebenaran pada akhirnya akan selalu menang.
“Maka saya memohon kepada majelis hakim agar tuntutan sembilan tahun dibatalkan dan uang pengganti Rp18,7 miliar juga dibatalkan," kata Jero seperti dikutip Antara.
Namun, yang tak biasa adalah, selain membacakan pledoi pribadi setebal 107 halaman, Jero juga memutarkan lagu "Jangan Menyerah" dari kelompok musik D'Masiv pada awal pledoi dan menyanyikan sendiri sepenggal lagu "Indonesia Pusaka" karya Ismail Marzuki pada akhir pledoi.
"Sering saya merenungi nasib, kok jadinya saya dipenjara ya? Ini lagu yang saya nyanyikan kalau lagi galau.” 'Di sana tempat lahir beta/dibuai dibesarkan bunda/Tempat berlindung di hari tua/tempat akhir menutup mata'.
“Di negeri ini saya lahir, dibesarkan, dan di negeri ini saya akan mati, karena itu saya abdikan seluruh hidup saya kepada negeri ini, Indonesia," kata Jero sambil sedikit terisak.
BACA JUGA