Kabar24.com, JAKARTA—Pembangunan Kota Bandung menjadi kawasan smart city disebutkan membutuhkan dana mencapai Rp60 triliun.
Kendati demikian, pemerintah kota ini enggan menggunakan opsi penerbitan obligasi untuk mencari dana. Lalu, apa opsi lain yang dilirik?
Walikota Bandung Ridwan Kamil mengatakan dana Rp60 triliun tersebut akan digunakan untuk menggelar 68 proyek pembangunan Sang Kota Kembang. Namun, Ridwan menegaskan pihaknya tak akan menerbitkan city bond untuk memperoleh dana tersebut.
Pasalnya, Ridwan menilai skema penerbitan obligasi berpotensi mandeg akibat proses lelang yang berbelit-belit. Padahal, aksi pembangunan proyek perlu segera digelar sesuai rancangan yang ditetapkan pemerintah kota (pemkot).
Selain itu, Ridwan mengungkapkan di tengah sistem pemerintah yang memerlukan perizinan dari parlemen dan praktik bisnis yang erat dengan mafia, opsi penerbitan obligasi dipandang terlalu berisiko.
“Saya prefer skema public private partnership di mana investor datang dan membawa proyek. Jadi sudah jadi rumah sakit, sudah jadi jalan, sudah jadi taman kota, kami tinggal agreement, kami bayar longterm,” jelas Ridwan dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Adapun, setiap tahunnya, Ridwan menyebut pihaknya memiliki alokasi dana mencapai Rp1 triliun untuk membayar rancangan pembangunan tersebut.
Hingga kini, lanjutnya, Pemkot Bandung tengah menyiapkan daftar proyek yang bakal digelar. Rencananya, sebelum berganti ke Februari, daftar kebutuhan proyek tersebut telah memperoleh restu dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung.
Menurut Ridwan, jika DPRD meneken daftar tersebut, maka Bandung akan menjadi kota pertama yang merilis skema public private partnership (PPP).
Dalam tahap awal penawaran PPP kepada investor, Ridwan menyebut pihaknya akan menggunakan sistem klasifikasi sebagai proyek percontohan.
Dia merinci, sebagai pemula, Pemkot Bandung akan menawarkan proyek dalam skala kecil yang bernilai maksimal Rp100 miliar. Kemudian, proyek berikutnya yang ditawarkan yakni senilai Rp1 triliun, lalu paling besar Rp7 triliun.
Bagi investor yang tertarik dengan proyek di Bandung, kata Ridwan, bisa melalui dua pintu. Pertama, langsung ke dirinya, atau melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Adapun, Ridwan mengungkapkan skema PPP tersebut akan berfokus pada proyek pembangunan infrastruktur jalan dan bangunan.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) malah tengah berniat menerbitkan obligasi. Kendati begitu, aksi tersebut masih terganjal masalah birokrasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida sempat mengatakan Pemprov Jabar telah menyatakan bakal maju menerbitkan obligasi daerah. Namun, niatan tersebut terganjal persoalan wewenang audit laporan keuangan.
Pasalnya, dalam aturan main yang berlaku, laporan keuangan daerah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara, dalam Undang-Undang Pasar Modal, ujar Nurhaida, wilayah tersebut merupakan wewenang akuntan publik.
“Saat ini kami mesti lihat apakah di aturan yang berlaku bisa melimpahkan wewenang audit tersebut ke akuntan publik dari BPK. Jika ini rampung, sepertinya di semester satu bisa terbit [obligasi daerah],” jelas Nurhaida.