Kabar24.com, JAKARTA--Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ahmad Ramli menegaskan bahwa pada prinsipnya pembajakan buku tidak boleh dilakukan.
Menurutnya, kondisi pembajakan buku memang seperti makan buah simalakama, serba salah. Namun ada upaya dari pihaknya supaya para pelajar dapat memperoleh buku dengan mudah dan murah
Terutama dalam hak cipta itu ada penggunaan secara fair dan jujur. Jadi seseorang yang tidak membeli buku tidak dilarang untuk mengutip dan membaca buku. Oleh karenanya, bila untuk kepentingan perpustakaan dan pendidikan, tidak dilarang mengcopy, jelasnya.
Ia mencontohkan bahwa pihak universitas bisa membawa buku textbook dari luar, kemudian melakukan pengopian sejumlah lima eksemplar untuk disimpan di perpustakaan. Sepanjang hanya di perpustakaan, mahasiswa hanya bisa membacanya di perpustakaan.
Berbeda lagi kalau itu dipinjam lalu difootocopy untuk sekelas, barulah itu pelanggaran. Jadi kalau mahasiswa mau ya baca di perpustakaan,ujarnya.
Dirinya menambahkan, pada praktiknya di luar negeri, buku boleh dikopi. Seseorang mengopi di perpustakaan kemudian membawa pulang fotocopian tersebut.
Terhadap UU yang baru ini, pihaknya ingin mengajak lembaga manajemen kolektif, untuk menerapkan sistem pemungutan royalti tersebut, melalui mesin fotocopy.
Misalnya saya tulis buku, tidak saya terbitkan lagi. Kalau orang mau copi silahkan saja. Tetapi kalau di luar bayar Rp.200/ lembar di perpustakaan bayar Rp.500/lembar, ujarnya.
Dengan adanya hal itu, perpustakaan akan menjadi collecting yang baik untuk kemudian menyalurkan royalti kepada penulis buku yang bersangkutan. Lebih lanjut, Ahmad mengatatakan telah adanya upaya baik dari pemerintah untuk buku ajar SMA.
Buku ajar di SMA dibeli hak ciptanya oleh pemerintah, dihargai dengan kualitas tertentu, kemudian diupload d website, sehingga semua orang bisa download. Setahu saya buku ajar di SMA ini sudah dilakukan oleh Kemendikbud, terangnya.
Ahmad menyarankan hal tersebut bisa diterapkan di perguruan tinggi.
Para dosen dirangsang menulis buku dan dibeli hak ciptanya, kemudian dikontrak selama beberapa tahun dan dipublish. Sehingga bisa menjadi hak publik. Tentunya para dosen tersebut juga dibayar.