Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan perjanjian baru penanganan perubahan iklim yang komprehensif telah disampaikan dalam Conference of Parties (COP21) di Paris.
Adapun finalisasi draf kesepakatan kemungkinan dilakukan pada Kamis (10/12/2015). Sejumlah tanggapan muncul atas draf setebal 29 halaman tersebut.
Anggota Climate Action Network (CAN) dalam rilisnya meminta negara-negara di dunia untuk memilih beberapa opsi terkuat di jam-jam terakhir pada Konferensi Perubahan Iklim PBB yang digelar di Le Bourget, Paris, 30 November--11 Desember 2015.
CAN minta mereka lebih berupaya untuk melindungi masyarakat yang rentan dan mempercepat transisi ke energi terbarukan.
Mohamed Adow, Advisor Senior Perubahan Iklim dari ChristiN Aid mengatakan 24 jam ke depan adalah momen yang sangat penting.
"Di sinilah negosiasi nyata akan mulai. Negara-negara tesebut benar-benar perlu berjuang untuk tetap memilih ambisi yang tinggi dalam hal pembiayaan iklim, tujuan dekarbonisasi jangka panjang, dan mekanisme guna memastikan perjanjian dijalankan sesuai kebutuhan," katanya.
Mei Boeve, Direktur Eksekutif 350.org menyebut pihaknya sudah menangkap sinyal yang jelas dari pertemuan Paris. "Tetapi beberapa pihak masih mengeruhkan kondisi dengan teks lemah."
Jika negara-negara itu serius tentang menjaga pemanasan di bawah 1,5° C, katanya, semua perlu komitmen yang kuat soal penurunan penggunaan bahan bakar fosil dan mengarahkan pada 100% energi terbarukan pada 2050.
Kaisa Kosonen dari Greenpeace menyebut beberapa dari kata-kata dalam teks draft itu 'diolesi dengan sidik jari dari negara-negara penghasil minyak.'
"Ini adalah campuran dari yang baik, yang buruk dan yang jelek, tapi kami punya tiga hari untuk memaksa hal-hal terburuk dikeluarkan dan mendapatkan kesepakatan yang layak."