Kabar24.com, HELSINKI--Presiden Finlandia Sauli Niinisto mengatakan ia berperan sebagai penengah antara Rusia dan Turki setelah jet tempur Rusia ditembak jatuh di perbatasan Suriah-Turki pada 24 November.
Niinisto mengatakan itu ketika ia menjawab pertanyaan pemirsa dalam program yang disiarkan oleh lembaga penyiaran nasional Finlandia Yle pada Sabtu (5/12/2015).
Mengenai pertanyaan tentang peran satu negara kecil seperti Finlandia dalam politik internasional, Niinisto mengatakan ia telah membantu menyampaikan pesan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoga setelah ia menemui mereka satu demi satu.
"Menurut saya negara seukuran ini harus bisa memainkan peran dalam membangun hubungan antara Timur dan Barat," kata Niinisto sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
Ia menekankan pemain-pemain kecil seperti Finlandia bisa memainkan peran penting dalam kancah politik internasional. Selama Perang Dingin, Finlandia juga berperan aktif sebagai mediator dan perantara perdamaian.
Niinisto juga menekankan peran potensial yang bisa dimainkan Uni Eropa sebagai penengah perdamaian.
Ia berharap peran Uni Eropa dalam hubungan internasional akan berkembang, terutama dalam hubungan Amerika Serikat-Rusia dan ketegangan di Timur Tengah.
"Saya melihat potensi besar pada Uni Eropa. Saya sebelumnya telah berbicara mengenai peningkatan kebijakan pertahanan dan keamanan bersama. Uni Eropa bersama-sama jauh lebih besar dibandingkan dengan negara Uni Eropa secara terpisah," katanya.
Angkatan Udara Turki menembak jatuh jet tempur Rusia pada Selasa (24/11) dengan alasan pesawat itu telah melanggar wilayah udara negaranya namun Moskow berkeras pesawat Su-24 tersebut masih di wilayah udara Suriah selama penerbangannya.
Pada Selasa (1/12/2015) Pemerintah Rusia menyetujui satu resolusi yang mendata sanksi terperinci terhadap Turki sebagai reaksi atas penembakan jatuh pesawat tempur Rusia pekan sebelumnya di dekat perbatasan Rusia-Turki.
Resolusi yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev itu mulai 1 Januari 2016 melarang impor bahan makanan, termasuk daging unggas, bermacam sayuran dan buah segar, beku dan yang dikeringkan, serta sarung tangan dan garam meja.
Resolusi tersebut juga membekukan kegiatan Komisi Antar-Pemerintah Rusia-Turki untuk Kerja Sama Perdagangan dan Ekonomi serta semua perdagangan timbal-balik dan perundingan penanaman modal serta memangkas jumlah izin tahunan jaminan pengangkutan barang Turki melalui darat jadi 2.000 dengan prospek pembatalan semua pengangkutan pada 2016.
Selain itu, menurut resolusi tersebut, warga negara Turki yang tak memiliki kontrak kerja atau kontrak sipil yang ditandatangani sebelum 31 Desember 2015 tidak akan diperkenankan bekerja di wilayah Rusia mulai 1 Januari 2016.
Kesepakatan bilateral mengenai perjalanan bebas visa pun dibekukan bersama dengan penerbangan pesawat sewaan antara kedua negara kecuali yang dimaksudkan untuk memulangkan wisatawan Rusia dari Turki.
Pada 1 Desember, Perhimpunan Operator Pariwisata Rusia menyatakan telah menghentikan perjalanan ke Turki untuk waktu yang tak ditentukan sementara Kementerian Pendidikan dan Sains membatasi kerja sama dengan universitas Turki dan berencana memulangkan semua mahasiswa Rusia dalam waktu dekat.
Sanksi terperinci itu dikeluarkan setelah Presiden Rusia Vladimir Putih pada Sabtu (28/11) menandatangani dekrit mengenai sanksi ekonomi terhadap Turki. Pada Senin (30/11) Medvedev mengatakan daftar sanksi tersebut bisa diperluas jika perlu.