Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KEBAKARAN HUTAN: Anak Usaha Sampoerna Agro Klaim Tak Bersalah

Kuasa hukum National Sago Prima (NSP) Rofik Sungkar optimistis kliennya tidak bersalah seperti yang dituduhkan penggugat. Namun, pihaknya akan mengupayakan perdamaian dibandingkan dengan melanjutkan proses hukum.
Kepulan asap akibat pembakaran lahan di kaki Gunung Nilo terlihat dari Desa Sungai Tebal, Lembah Masurai, Merangin, Jambi, Selasa (20/10)./Antara
Kepulan asap akibat pembakaran lahan di kaki Gunung Nilo terlihat dari Desa Sungai Tebal, Lembah Masurai, Merangin, Jambi, Selasa (20/10)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - PT National Sago Prima (NSP) menyatakan diri tidak bersalah terkait klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa 3.000 hektare lahan milik tergugat telah terbakar dan menyebabkan kerusakan lingkungan.

Kuasa hukum National Sago Prima  (NSP) Rofik Sungkar optimistis kliennya tidak bersalah seperti yang dituduhkan penggugat. Namun, pihaknya akan mengupayakan perdamaian dibandingkan dengan melanjutkan proses hukum.

"Proposal perdamaian belum disusun karena kami belum bertemu dengan hakim mediator dan membicarakan lebih lanjut bersama prinsipal," kata Rofik kepada wartawan seusai persidangan, Selasa (17/11/2015).

Dia belum bisa memberikan tanggapan mengenai ada atau tidaknya lahan kliennya yang terbakar. Proses sidang yang masih dalam tahap mediasi dijadikan alasan untuk memilih tidak berkomentar.

Menurutnya, pembahasan hal tersebut terlalu prematur untuk dibicarakan menjelang proses mediasi. Tanggapan akan disertakan dalam berkas jawaban yang diserahkan jika proses mediasi para pihak menemui jalan buntu.

Anak usaha PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) tersebut juga menilai tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh pemerintah terlalu tinggi. Tergugat mempertanyakan dasar hukum yang digunakan pemerintah untuk menentukan tuntutan yang mencapai Rp1,07 triliun.

Dalam perkara No. 591/Pdt.G/2015/PN.JKT.SEL tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap NSP pada 2 Oktober 2015. Diduga kebakaran terjadi di lahan konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang dimiliki tergugat.

Pemerintah menilai kelalaian tergugat dalam mengantisipasi kebakaran lahan telah menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Perusahaan yang bergerak di sektor sagu tersebut juga diklaim telah beroperasi tanpa adanya Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).

Dalam petitumnya, KLHK meminta tergugat membayar ganti rugi kerusakan ekologis dan hilangnya keuntungan ekonomis sebesar Rp319,16 miliar. Adapun, menuntut tergugat melakukan pemulihan lingkungan terhadap hutan yang telah terbakar senilai Rp753,74 miliar.

Ketua majelis hakim Nani Indrawati berharap kedua pihak bisa menyelesaikan perkara dengan perdamaian. Sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung, perkara akan didahului dengan proses mediasi selama 40 hari kerja.

"Kami menunjuk Cepi Iskandar sebagai hakim mediator dalam perkara ini," kata Nani dalam persidangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper