Kabar24.com, WASHINGTON- Presiden Barack Obama, Kamis (1/10/2015) malam, mengungkap kemarahannya pada “keputusan politik” di AS yang memungkinkan munculnya penembakan seperti yang terjadi di Oregon kemarin siang.
Dia pun marah kepada National Rifle Association (NRA/Asosiasi Senjata Api Nasional) yang memblokir reformasi undang-undang senjata di AS.
“Ini merupakan keputusan politik yang kita buat, untuk memungkinkan hal seperti ini terjadi setiap beberapa bulan di Amerika,” kata Obama kepada para reporter di Gedung Putih, beberapa jam setelah penembakan di Oregon yang menewaskan sembilan orang dan si penembaknya, Kamis, seperti dilansir Reuters.
Obama dan Wakil Presiden Joe Biden sempat mendorong dibuatnya reformasi kontrol senjata, setelah penembakan di sekolah anak-anak di Newtown, Connecticut, pada 2012 lalu. Obama menyalahkan NRA karena kegagalan itu, di mana dia menyebutnya sebagai salah satu masa frustrasinya selama menjabat di Gedung Putih.
Anggota parlemen Demokrat dan Republik sama-sama memberikan bela sungkawa akan pembantaian di Oregon, namun Obama mengatakan itu saja tidak cukup.
“Entah bagaimana ini telah menjadi rutinitas. Laporan seperti ini menjadi sesuatu yang rutin. Tanggapan saya di atas podium ini akhirnya menjadi rutuinitas,” katanya dengan nada marah.
“Kami sudah menjadi mati rasa untuk hal ini,” ujarnya lagi.
Dengan memahami bahwa sebagian besar penembakan dilakukan oleh seseorang yang memiliki penyakit mental, Obama pun mengakui orang yang melakukan kejahatan seperti itu “memiliki jiwa yang sakit”.
“Kita bukan satu-satunya negara di dunia yang memiliki warga dengan penyakit mental yang ingin menyakiti orang lain. Kita adalah satu-satunya negara maju yang melihat penembakan massal seperti ini setiap bulannya,” kata Obama.
Obama juga menggunakan Australia dan Inggris yang melakukan reformasi undang-undang untuk mencegah penembakan massal di negaranya.
Penembakan di kampus Oregon ini menambah daftar panjang kasus penembakan di AS tahun ini, setelah penembakan gereja di Charleston, penembakan di bioskop Louisiana, dan penembakan dua orang jurnalis TV di Virginia.