Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siswi SMP Dibunuh, 3 Penyebab Anak Lakukan Kekerasan

Kriminolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yesmil Anwar, mengungkapkan tiga hal yang menyebabkan anak melakukan kekerasan yakni anomi, hedonis dan imitasi.
Ilustrasi pembunuhan/emirates247.com
Ilustrasi pembunuhan/emirates247.com

Kabar24.com, BANDUNG—Kriminolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yesmil Anwar, mengungkapkan tiga hal yang menyebabkan anak melakukan kekerasan yakni anomi, hedonis dan imitasi.

"Kekerasan yang dilakukan anak-anak akhir-akhir ini harus dicermati oleh semua pihak, setidaknya ada tiga penyebab anak berlaku kasar yakni anomi, hedonis dan imitasi," kata Yesmil Anwar di Bandung, Rabu (1/9/2015).

Menurut dia, anomi yaitu kerancuan di mana harapan dan kenyataan terjadi kesenjangan. Kenyataan kondisi ekonomi orangtuanya serba kekurangan, sementara harapan anak soal keinginannya harus sama dengan orang lain supaya tidak dilecehkan.

Dikatakan, anak mudah melakukan tindak kekerasan salah satunya pembunuhan seperti yang dilakukan terhadap seorang siswa di Bandung.

Bila orang dewasa yang melakukan kekerasan dapat diketahui motifnya seperti karena uang, kekuasaan atau hubungan sosial seperti cemburu.

"Sementara untuk menelaah anak dengan menggunakan cara orang dewasa tersebut tentu tidak relevan," katanya.

Hal lain yang menyebabkan anak melakukan kekerasan yaitu hedonis. Menurutnya, pendidikan di rumah mengajarkan anak hedonis yakni segala sesuatunya berorientasi ke benda diantaranya ponsel yang menjadi salah satu alasan pembunuhan itu.

"Anak-anak biasa bergrup yakni ingin sama dengan yang lain. Contohnya dengan android yang dimiliki korban memberikan ruang pada pelaku untuk memikirkan bagaimana cara mendapatkan dari korban," katanya.

Penyebab lainnya yakni imitasi, menirukan apa yang dilihat dan dicontohkan di lingkungannya sehingga pelaku dapat melakukan pembunuhan tersebut.

Yesmil menuturkan, mulainya dari pengaruh lingkungan, bagaimana bisa si pelaku melakukan pembunuhan tersebut bila tidak melihat di lingkungan sebelumnya. Salah satunya dari media televisi.

"Dalam kasus ini peran lembaga formal tak bisa dilepaskan sayangnya lembaga pendidikan kita berorientasi pada kognisi, mengisi otak dengan ilmu pengetahuan yang membuat mereka bersaing agar bersekolah di sekolah negeri tapi tidak bersaing dalam moralitas baik," katanya.

Selain itu undang-undang bagi anak sudah memadai tapi sedikit jumlah penegak hukum sangat minim terutama di peloksok pedesaan dan kampung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper