isnis.com, JAKARTA -- “Lebih cepat, lebih bae,” ungkapan ini berupaya diterapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla secara konsisten dalam kebijakan pemerintah, meski kerap menimbulkan kontroversi. Dimulai dari beleid anti-kriminalisasi pejabat negara demi percepatan pembangunan infrastruktur, wacana reshuffle kabinet, hingga relasinya dengan Presiden Joko Widodo. Untuk mengetahui lebih dalam kebijakan pemerintahan Jokowi-JK termasuk tentang kondisi terkini, Bisnis Indonesia mewawancarai Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jumat (10/7). Berikut petikan wawancaranya:
Soal stabilitas, apakah pemerintah bisa mengontrol stabilitas politik dan keamanan selama lima tahun ke depan?
Politik saya kira aman. Praktis, kita tidak lagi merasa mana partai pemerintah dan mana partai oposisi, isu itu sudah lewat. Saya dulu sudah menggambarkan [ketidakstabilan politik] hanya enam bulan, tidak lebih. Sederhana saja, semua pimpinan partai politik itu pengusaha semua kan?
Kedua, soal keamanan, di mana sekarang ketidakamanan? Poso sudah berlalu. Kita bersyukur.
Potensi konflik selama Pilkada nanti bagaimana?
Iya, memang potensi gesekan Pilkada lebih tinggi daripada pemilu karena itu menyangkut sanak-saudara, keluarga, persoalan merembet ke harga diri dan sebagainya. Tapi, pengalaman 10 tahun belum ada satupun korban meninggal karena Pilkada. Pemahaman demokrasi sudah lebih baik. Beda dengan Filipina, Pakistan, main tembak saja.
Apakah hubungan Pak JK dan Pak Jokowi masih harmonis seperti saat kampanye?
Oh, iya. Kenapa saya berkantor di sini [di kompleks Istana]? Supaya bisa sering ketemu, jam berapa saja bisa ketemu, atau makan siang bareng, [shalat Jumat bareng] untuk saling konsultasi.
Beberapa kalangan menilai Bapak dan Pak Jokowi berbeda pandangan soal beberapa kebijakan, salah satunya soal UU KPK?
Sebenarnya tidak berbeda. Sebetulnya sama pandangan kami, bagaimana mengakhiri masa menakutkan [bagi pelaksana proyek]. Bahwa saya menganggap perlu perubahan, beliau menganggap perlu perubahan dan sikap. KPK kan sudah 13 tahun, dimana UU yang lahir pada periode 1998-2003 itu isinya sama, bahwa semua aparat negara itu brengsek. Itu cara berpikir waktu itu karena masa reformasi kan. Semua dianggap korupsi, kolusi, nepotisme.
Kenapa semua UU ada komisinya? ada pendampingnya? Komisi Kepolisian, Komisi Yudisial, Komisi Perempuan dan Anak, KPK. Karena [birokrasi] ini dianggap tidak dipercaya. Sekarang kan sudah 15 tahun, masak begitu terus. Jadi, ini kita sudah mulai berpikir kurangi komisi ini-itu, tapi bukan KPK. KPK harus fokus pada hal yang betul-betul besar.
Wawancara Selengkapnya Simak di Sini
Baca juga:
Begini Pandangan JK Soal Anggaran, Pajak, serta Suku Bunga
JK Bicara Blak-blakan Soal Ketahanan Pangan, Energi, serta Proyek Listrik
Ini Pandangan JK Mengenai Kondisi Ekonomi dan Reshuffle Kabinet
Beginilah Komentar Jusuf Kalla Mengenai Reformasi Birokrasi
Pewawancara: Lavinda, Sri Mas Sari, Ana Noviani, Aprilian Hermawan, Yosep Bayu Widagdo, Adhitya Noviardi & Arif Budisusilo.