Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ahok Disinyalir Memelintir Hasil Audit BPK

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dinilai melakukan langkah pengalihan isu dengan menyerang Badan Pemeriksa Keuangan, khususnya terkait audit kasus pembelian tanah seluas 3,64 ha milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Bisnis.com, JAKARTA--Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dinilai melakukan langkah pengalihan isu dengan menyerang Badan Pemeriksa Keuangan, khususnya terkait audit kasus pembelian tanah seluas 3,64 ha milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun fiskal 2014, BPK mensinyalir adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp191,33 miliar karena kasus jual-beli tanah yang diproyeksi menjadi lahan Rumah Sakit Khusus Jantung dan Kanker.

Secara kronologis, BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta menyatakan tanah yang dimiliki YKSW sebelumnya telah diikat oleh Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (APJB) dengan PT CKU senilai Rp15,5 juta per m2 atau setara Rp564,34 miliar.

Berdasarkan APPJB, PT CKU meminta kepada YKSW untuk mengubah status tanah dari suka sarana kesehatan (SSK) menjadi areal komersial (wisma susun) dan memberikan uang muka sebesar Rp50 miliar.

Sisanya, akan dibayar secara bertahap oleh CKU dan apabila YKSW gagal mendapatkan perubahan status hingga 31 Desember 2014, maka APPJB otomatis batal dan YKSW harus mengembalikan uang muka itu.

Namun pada 27 Juni 2014 atau ketika Ahok menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI, YKSW justru menjual tanah itu kepada Pemda DKI dengan Surat Direktur Umum dan SDM RS SW bernomor 133/Dir/D/K/VI/2014 dengan harga senilai Rp20,76 juta per m2 setara Rp755,69 miliar.

Dalam dokumen LHP, BPK mengemukakan persetujuan Ahok untuk membeli tanah ini tergolong janggal karena Pemprov DKI tidak meminta perubahan status. Dari kondisi tersebut, tanah tersebut semestinya bisa dibeli dengan harga lebih murah dari yang didapatkan oleh PT CKU.

Ahok sendiri menjadi Plt. Gubernur sejak 1 Juni 2014, atau sejak Joko Widodo nonaktif sebagai Gubernur DKI karena mengikuti pencalonan presiden.

Dari situasi ini, terlihat YKSW menyalahi etika bisnis karena menawarkan tanah tersebut kepada Pemda DKI sebelum masa berlaku APPJB habis.

Di sisi lain, terdapat potensi kerugian keuangan daerah sebanyak Rp484,62 miliar akibat selisih antara harga nilai jual objek pajak (NJOP) sebesar Rp271,07 miliar dengan harga beli Pemprov DKI Rp755,69 miliar. NJOP untuk tanah tersebut, sesuai DPP/UPPD Grogol Petamburan pada 2014 adalah Rp7,44 juta per m2.

Roso Daras, Koordinator Garuda Institute, menyatakan YKSW yang terlibat jual beli dengan Pemprov DKI ini dipimpin oleh Kartini Muljadi. Kartini Muljadi sendiri adalah perempuan terkaya di Indonesia dan YKSW didirikan oleh Perhimpunan Sosial Candra Naya yang sebelumnya bernama Perkumpulan Sin Ming Hui.

Merunut kasus ini, Roso menuturkan provokasi Ahok yang berkal-kali menyerang BPK dan pribadi pimpinannya bertendensi politis dan bahkan, memelintir fakta sebenarnya. "Ahok berniat mendistraksi informasi dan mengaburkan pokok masalah yang lebih substansial, yakni akuntabilitas keuangan Pemprov DKI," katanya, Minggu (12/7).

Ahok, berdasarkan LHP BPK, juga tahu dalam perjanjian itu sudah ada kesepakatan harga senilai Rp15,50 juta per meter atau Rp564,35 miliar karena YKSW sudah mengirimkan surat kepada Plt. Gubernur mengenai APPJB tersebut.

Namun, dalam waktu sehari Plt. Gubernur memutuskan pembelian tanah itu seharga Rp20,75 juta per meter atau Rp775,69 miliar, lebih mahal Rp191 miliar dari harga yang disepakati tadi.

Gubernur DKI Basuki Ahok Tjahaya Purnama belum mengklarifikasi tudingan Roso Daras ini. Namun sebelumnya, Ahok mengatakan BPK RI salah persepsi jika menyebut DKI Jakarta bisa membeli banyak lahan sehingga Pemprov DKI mampu membayar tanah dengan harga appraisal.

"Siapa bilang DKI tanahnya banyak? Untuk bangun taman saja baru 8,5% yang terpenuhi, sementara kami diwajibkan punya 30%. Ini BPK hanya cari pembenaran saja," tudingnya.

Ahok mengaku membeli lahan RS Sumber Waras seluas 3,7 hektare. Setengah lahan sudah dibelinya sesuai harga nilai jual objek pajak (NJOP). Namun menurut temuan BPK pembelian lahan itu bermasalah karena memakai harga yang lebih mahal dari NJOP lahan dibelakang rumah sakit, sehingga ditemukan kelebihan anggaran Rp191 miliar.

"Kami mau duduk memberitahukan bahwa menurut kami BPK tidak pantas mengaudit seperti ini, karena ini tendensius sekali. Saya kita panggil saja mantan-mantan orang KPK, Kejagung. Duduk bareng, BPK auditnya jangan prosedural saja deh," kata Ahok pagi ini di Pendopo Balai Kota, Jumat (10/7/2015).

Ahok mengakui adanya kesalahan di Dinas Kesehatan DKI yang awalnya tidak membeli lahan dengan harga taksiran pasar (appraisal) karena NJOP DKI dibawah harga pasar. Padahal BPK RI menyarankan Pemprov DKI untuk membeli senilai harga appraisal.

Ketika Pemprov DKI coba membeli dengan harga appraisal ternyata harganya lebih mahal ketimbang harga NJOP. Maka Ahok memutuskan membeli dengan harga NJOP. Pemprov DKI pun mau membeli lahan tersebut sesuai prosedur appraisal yang mengalami pelonjakan harga.

Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2014 ada 70 temuan dengan total Rp2,16 triliun terdiri atas indikasi kerugian daerah senilai Rp442,3 miliar, potensi kerugian daerah senilai Rp1,71 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp3,23 miliar, administrasi senilai Rp469,5 juta dan pemborosan senilai Rp3,04 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arys Aditya
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper