Kabar24.com, JAKARTA-- Kejaksaan Agung diminta untuk tidak main-main dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz atau 3G oleh PT Indosat Tbk. (ISAT) dan PT Indosat Mega Media (IM2).
Pasalnya, sampai saat ini pihak Kejaksaan Agung dinilai tidak serius untuk melakukan eksekusi uang pengganti senilai Rp1,3 triliun terhadap PT Indosat Tbk, sesuai putusan Mahkamah Agung Nomor 787 K/Pidsus/2014, tanggal 10 Juli 2014 yang telah memutus PT Indosat Tbk untuk membayar uang pengganti tersebut.
Desakan tersebut disampaikan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (25/6/2015).
"Ini sudah inkrach maka tidak ada lagi alasan bagi Kejaksaan Agung untuk tidak mengeksekusi putusan tersebut," tuturnya.
Halius menambahkan bahwa tidak ada alasan bagi pihak Kejaksaan Agung untuk tidak melakukan eksekusi uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun yang dinilai telah merugikan keuangan negara tersebut.
Kendati ada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan bahwa BPKP dinilai tidak berwenang untuk mengaudit PT IM2 sebagai anak dari perusahaan PT Indosat, Tbk.
Menurut Halius, putusan yang sudah inkrach atau memiliki kekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung tersebut dalam kasus Indosat, hanya tidak berlaku untuk terpidana mati, yang masih diberi kesempatan untuk melayangkan upaya hukum luar biasa melalui jalur peninjauan kembali dan grasi. Namun untuk perkara lain tidak berlaku.
"Untuk perkara lain tidak berlaku. Harus tetap dieksekusi," tukasnya.
Sebelumnya, oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah ditetapkan dua korporasi sebagai tersangka, yakni PT Indosat Tbk dan PT IM2 Tbk.
Kemudian dua orang yaitu mantan Dirut PT Indosat Tbk, yaitu Johnny swandy Sjam dan Hari Sasongko juga telah ditetapkan sebagai tersangka, namun sampai saat ini masih belum ditahan pihak Kejaksaan Agung.