Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Pernikahan Beda Agama

Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Ilustrasi/Wisegeek
Ilustrasi/Wisegeek

Kabar24.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

MK menolak gugatan Rangga bersama tiga rekannya, Damian Agata Yuvens, Varita dan Megawati Simarmata, yang mengajukan uji materi pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai upaya penyelarasan penafsiran dalam pasal untuk para calon mempelai yang hendak melangsungkan perkawinan.

Majelis MK menolak seluruh gugatan Rangga dkk dengan dalih negara berwenang untuk mengeluarkan aturan sesuai dengan nilai agama, moral, keamanan dan ketertiban umum. Meski perkawinan adalah hak setiap orang, pelaksanaannya tetap harus memperhatikan hak dari warga yang lain.

Perkawinan beda agama juga dinilai tak memberikan kepastian hukum, termasuk soal nasib keturunan. Negara dengan aturan pembatasannya justru dinilai memberikan jaminan kebahagiaan dalam pelaksanaan perkawinan

Namun pemohon perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 mengklaim MK tak menutup kemungkinan pasangan beda agama untuk melangsungkan perkawinan dan catatan sipil.

"Karena soal konstitusi, berarti situasinya sekarang pasangan beda agama kembali harus berjuang seperti sebelum gugatan ini ada," kata Damian Agata Yuvens.

Damian menyatakan, pasangan beda agama hingga saat ini masih harus sibuk mencari tempat atau kantor catatan sipil yang bersedia memasukkan perkawinannya. Ia berdalih, karena tujuan gugatan bukan untuk memperbolehkan atau melarang, tetapi untuk memberikan hak yang sama kepada pasangan beda agama.

Sementara itu, pemohon lainnya, Rangga Sujud Widigda mengatakan selama ini, ada catatan sipil yang mau mencatat tapi ada juga yang tidak. Ini berarti belum ada kepastian hukum.

Damian dan Rangga menyatakan akan mempelajari dengan lebih detail putusan MK untuk mempertimbangkan langkah lanjutan. Menurut Damian, putusan MK hanya melihat soal kewenangan negara yang berhak membatasi warganya, tanpa melihat kenyataan sosial yang terjadi.

Meski demikian, Damian dan Rangga sepakat dengan Hakim Maria Farida Indrati yang menilai UU Perkawinan sudah saatnya untuk dievaluasi atau direvisi. Pasalnya, sejumlah ketentuan di dalamnya sangat berpotensi menimbulkan masalah di saat ini.

"Salah satu opsi kami (mengajukan ke parlemen)," kata Rangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Redaksi
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper