Bisnis.com, JAKARTA - Pemberlakukan tes keperawanan kepada wanita yang ingin masuk ke dalam institusi TNI dianggap sebagai bentuk kekerasan dan diskriminasi berbasis genderang.
Adzkar Ahsinin, Peneliti Elsam, mengatakan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Working Group on Againts Torture (WGAT) menilai tes keperawanan bagi calon prajurit TNI merupakan kemunduran dalam upaya penegakan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“Tes keperawanan tidak ada hubungannya sama sekali dengan kinerja seorang tentara dalam menjaga negara dari ancaman bersenjata, dan memastikan stabilitas kedaulatan negara,” katanya, Kamis (21/5/2015).
Adzkar menuturkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, tes keperawanan justru menimbulkan rasa sakit, malu, dan trauma terhadap seseorang. Hal itu juga merupakan salah satu bentuk tindakan yang memunculkan rasa sakit secara psikis, karena merendahkan martabat perempuan.
Menurutnya, pemberlakuan tes keperawanan kepada calon prajurit TNI tersebut juga bertentangan dengan komitmen negara yang telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-undang No. 5/1998.
“Tes keperawanan yang menjadi syarat bagi calon tentara perempuan menunjukkan masih kuatnya budaya patriakhi dalam lembaga negara,” ujarnya.
Dia juga menyebutkan pembuat kebijakan di sektor keamanan harus melakukan studi yang didasarkan pada perkembangan situasi, tantangan keamanan, dan stabilitas yang dihadapi saat ini.
Cara tersebut diharapkan mampu menghasilkan pertimbangan yang logis untuk menakar kapasitas intelektual, mental dan moral calon prajurit yang jauh lebih efektif daripada tes keperawanan.