Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Diimbau Tolak Rencana DPR Ubah UU Pilkada & Parpol

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diimbau menolak rencana DPR yang akan mengubah UU tentang tentang Parpol dan Pilkada karena dasar pengubahan hanya untuk golongan tertentu.n
Presiden Joko Widodo/Antara
Presiden Joko Widodo/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diimbau menolak rencana DPR yang akan mengubah UU tentang tentang Parpol dan Pilkada karena dasar pengubahan hanya untuk golongan tertentu.

Refly Harun, pengamat hukum dan tata negara dari Universitas Andalas, mengatakan Presiden bisa tidak menyetujui rencana tersebut melalui dua tahap.

“Presiden bisa langsung menyatakan menolak untuk membahas revisi tersebut dengan mengirimkan surat kepada DPR," kata Refly dalam sebuah diskusi, Jumat (8/5/2015).

Namun, cara itu jarang dilakukan karena dianggap terlalu vulgar dan jauh dari sisi etis. Yang paling etis dan biasa dilakukan, paparnya, Jokowi membiarkan DPR bersama pemerintah atau menterinya membahas revisi UU tersebut, lantas tidak menyetujui menjelang paripurna.

“Kekuatan seorang Jokowi itu sama dengan 560 anggota dewan. Dalam tata demokrasi, kekuatannya sama,” kata Refly yang kini juga menjabat sebagai komisaris PT Jasa Marga Tbk.


Dengan tidak diubahnya beleid tersebut, Refly menjamin Pilkada serentak di lebih dari 200 kabupaten/kota di Tanah Air yang sesuai dengan jadwal akan diselenggarakan pada 9 Desember 2015 akan tetap terlaksana dengan baik.

Menurutnya, dasar pengubahan dua UU itu sarat dengan kepentingan politik. Bahkan, kebutuhan revisi beleid tersebut hanya untuk memuluskan salah satu kepengurusan beberapa partai politik yang saat ini sedang dilanda konflik dualisme kepengurusan.


Padahal, jelasnya, undang-undang itu harus berlaku umum dan mencakup kepentingan masyarakat luas. “Dalam konteks ini, DPR terkesan semaunya sendiri dan tidak lagi memikirkan kepentingan masyarakat luas.”


Meski rencana DPR menuai banyak penolakan, lembaga legislatif itu tetap ngotot untuk membahas revisi tersebut saat masa sidang IV dibuka pada 17 Mei 2015. DPR optimistis, mampu menyelesaikan revisi itu sebelum batas akhir pendaftaran peserta pilkada pada pertengahan Juni 2015.

“Sesuai dengan aturan, PPP dan Partai Golkar harus ikut menjadi Pilkada serentak meski kepengurusannya sedang dalam sengketa hukum,” kata Rambe Kamarulzaman, Ketua Komisi II dari Fraksi Golkar.


DPR beranggapan sengketa hukum dalam sebuah partai itu tidak perlu dipermasalahkan, karena yang bermasalah hanya kepengurusannya. “Calonnya kan tidak bermasalah, tetapi kenapa KPU tidak membolehkan calonnya ikut dalam pemilu?”

Sementara itu, Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN, memberikan solusi agar DPR, Jokowi, dan KPU lebih dulu mengadakan rapat konsultasi untuk membahas polemik ini. “Untuk menengahi masalah ini, harus ada rapat konsultasi. Karena sangat krusial,” katanya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper