Kabar24.com, JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi atau suap, dari PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap seorang anggota DPR Komisi IV dari Fraksi PDI-Perjuangan Adriansyah.
Gratifiksi diduga diberikan untuk memuluskan izin usaha pertambangan batu bara di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Untuk mendalami perkara tersebut, KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap Sekjen DPR periode 2014-2019 Winantuningtyastiti yang telah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka si pemberi suap Direktur PT MMS, Andrew Hidayat (AH).
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, diperiksanya Sekjen DPR tersebut adalah untuk mendalami keterlibatan Adriansyah dan sejumlah kegiatannya selama menjabat sebagai anggota DPR periode 2014-2019.
"Karena salah satu tersangkanya anggota DPR, mungkin diperiksanya seputar keanggotaannya itu," tutur Priharsa saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (30/4/2015).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Winantuningtyastiti mengakui bahwa dirinya telah diperiksa tim penyidik KPK terkait sejumlah kegiatan serta tugas Andriansyah di DPR selama dirinya menjabat sebagai anggota DPR Fraksi PDI-Perjuangan.
"Soal kegiatannya (Andriansyah) di DPR apa dan tugas-tugasnya di DPR juga. Begitulah," tutur Titi usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.
Adriansyah dan Andrew telah ditetapkan sebagai tersangka dalam sebuah operasi tangkap tangan di dua lokasi terpisah, Bali dan Jakarta, Kamis (9/4).
Mereka diciduk bersama seorang kurir pengantar duit suap, anggota Polsek Metro Menteng Brigadir Polisi Satu Agung Krisdiyanto, yang kemudian dilepaskan oleh KPK.
Atas perbuatannya, Adriansyah diduga melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sementara Andrew disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.