Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dituntut membuka informasi perencanaan kehutanan kepada publik. Apa alasannya?
Soedarsono Soedomo, dosen Departemen Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan keterbukaan informasi akan menciptakan iklim persaingan usaha yang lebih sehat. Ketika informasi dapat diakses dengan mudah oleh semua pihak termasuk pelaku usaha di bidang kehutanan dan masyarakat luas, maka semua orang akan memiliki pemahaman yang sama.
Di samping itu, lanjutnya, sajian data yang valid dan terbuka memungkinkan semua pihak dapat saling mengkonfirmasi dan menyumbang informasi.
“Masalahnya kalau pemerintah pusat saja tidak tahu data IPK, misalnya, bagaimana bisa menghitung revenue dan dana reboisasi secara tepat. Ini artinya pemerintah abai terhadap sumber penerimaan negara,” ujarnya, Kamis (23/4/2015).
Adapun, dokumen perencanaan yang dimaksud di antaranya meliputi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK), Rencana Kerja Usaha Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUTPHHK), Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI), dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).
Dokumen rencana kerja usaha dan rencana kerja usaha tahunan diperlukan untuk menilai kesesuaian antara realisasi penebangan dengan rencana kerja penebangan, pemanenan, dan pemanfaatan kayu. Kedua dokumen tersebut juga dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai tingkat kepatuhan para pengusaha kehutanan terhadap pemanfaatan lahan yang telah disahkan oleh pemerintah.
Adapun, dokumen RPBBI digunakan sebagai alat untuk memantau rantai pasokan bahan baku industri di setor kehutanan serta menelusuri apakah pasokan kayu tersebut berasal dari sumber yang legal.
Sementara itu, dokumen IPK merupakan dasar untuk memastikan bahwa kayu yang ditebang dan dimanfaatkan dari setiap kegiatan pembukaan wilayah hutan berasal dari sumber dan proses yang legal.