Bisnis.com, JAKARTA -- Investor asal Amerika Serikat bakal menyasar Bali sebagai kawasan investasi properti yang prospektif. Meskipun jumlahnya tidak banyak, investor Amerika diklaim meningkat 17% pada tahun ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Hal tersebut disebabkan, investor Amerika mengamati perkembangan infrastruktur di Pulau Dewata. Selain itu, menguatnya dolar terhadap rupiah juga menjadi salah satu pertimbangan investor.
Perusahaan agen properti asal Amerika Serikat Keller Williams mengungkapkan Bali masih menjadi nama familiar bagi orang Amerika dibandingankan dengan Jakarta. Bahkan, klien dari Keller Williams dinilai jarang yang berinvestasi proyek highrise di Jakarta.
Presiden Keller Williams Indonesia Tony Eddy mengatakan kalangan pebisnis Amerika tertarik membenamkan uangnya pada produk villa dan resor yang dikembangkan oleh pengembang lokal dan dioperasikan oleh jaringan hotel internasional. Selain berinvestasi properti, proyek di Bali juga dinilai sebagai investasi pariwisata.
"Mereka [investor Amerika] tertarik dengan properti di Bali senilai Rp5 miliar ke atas" katanya, Senin (13/4/2015).
Pembeli villa atau resor, lanjutnya, merupakan kalangan kelas menengah ke atas. Umumnya, investor berasal dari negara bagian di Amerika Serikat dengan pendapatan per kapita yang besar seperti New York dan California.
Kendati demikian, kran kepemilikan asing belum dibuka oleh pemerintah. Oleh karena itu investor hanya bisa menggunakan hak sewa perpanjangan hingga 100 tahun.
"Namun, masa sewa favorit investor Amerika adalah dalam jenjang 50 hingga 60 tahun," imbuhnya.
Selain itu, beberapa investor juga mengubah hak milik tanah menjadi hak pakai. Dengan begitu, investor dapat memanfaatkan tanah atas nama pribadi.
Sebagai agen realestat, Tony menghimbau kliennya agar membeli properti yang telah berdiri tegak atau yang sudah jadi. "Kami tidak menyarankan proyek di awang-awang atau yang belum dibangun,".