Kabar24.com, JAKARTA—DPR mempertanyakan kejelasan program Authorized Economic Operator (AEO) yang dilakukan Kementerian Keuangan beserta Ditjen Bea Cukai berupa pemberian sertifikasi AEO kepada lima perusahaan yang sudah memenuhi persyaratan.
Anggota Komisi Keuangan DPR Muhammad Misbakhun mengatakan sebenarnya AEO itu programnya siapa?
“Kenapa yang mendapatkan hanya perusahaan yang sangat besar saja?,” tanya Misbakhun dalam keterangan persnya, Selasa (17/3).
Kendati demikian, paparnya, Misbakhun menyarankan Kemenkeu dan Ditjen Bea Cukai agar program AEO bisa diterapkan kepada semua perusahaan nasional.
“Kami meminta agar fasilitas program AEO harus bisa diterapkan kepada semua perusahaan nasional,” ujar Misbakhun yang juga menjabat sebagai Sekretaris Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR.
Karena itulah, lanjutnya, baik Kemenkeu dan Ditjen Bea Cukai harus memberikan supervisi dan fasilitas agar bisa dicapai oleh perusahaan lain.
“Kemenkeu dan Ditjen Bea Cukai harus memberikan supervisi dan fasilitas sehingga bisa dicapai oleh perusahan lainnya,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Kemenkeu beserta Ditjen Bea dan Cukai melakukan sertifikasi AEO kepada lima perusahaan yang sudah memenuhi persyaratan.
Pemberian sertifikat kepada lima perusahaan tersebut merupakan bentuk komitmen Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan PMK AEO dan PDBC.
Lima perusahaan dari total sembilan perusahaan yang memenuhi persyaratan piloting tahap I, yaitu: PT Toyota Manufacturing Indonesia, PT Unilever Indonesia, PT Nestle Indonesia, PT LG Electronic Indonesia, dan PT Indah Kiat Pulp & Paper.