Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan MKI Tolak PBB Komersil dan Asing

Kendati mendukung penuh penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagai rencana pemerintah pada 2016, Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) menolak penghapusan PBB bagi kelompok komersial dan asing.
Bukan perumahan rakyat. /Bisnis.com
Bukan perumahan rakyat. /Bisnis.com

Bisnis.com, BOGOR - Kendati mendukung penuh penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagai rencana pemerintah pada 2016, Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) menolak penghapusan PBB bagi kelompok komersial dan asing.

Muhammad Joni, Ketua MKI mengatakan dua katagori yang ditolak tersebut antara lain sektor bangunan dan properti komersial yang dimiliki atau dinikmati secara komersial sebagai industri properti/real estat.

"Karena sektor tersebut bukan perumahan rakyat (non public housing) untuk kelompok MBR dan warga miskin," paparnya dalam siaran resmi yang diterima Bisnis.com, Kamis (19/2/2015).

Katagori yang ditolak MKI, kata dia, yakni sektor bangunan dan properti yang dinikmati atau dipakai oleh orang asing/badan hukum asing yang tinggal di Indonesia. Menurutnya, penghapusan PBB bukan hanya meredefinisi kelompok sasaran dan besarannya, namun sekaligus membuka jalan pengembangan penerimaan negara.

Dia menjelaskan hal tersebut memiliki potensi penerimaan negara.

Pertama, jalan bagi inovasi kebijakan atau wewenang Menteri Agraria dan Tata Ruang untuk optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pemanfaatan ruang oleh korporasi komersial nasional dan orang asing.

Kedua, dengan optimalisasi penataan ruang yang merupakan tugas dan wewenang Menteri Agraria dan Tata Ruang, beralasan mendorong Menteri Keuangan mengagas dan menerapkan pajak atas ruang kepada wajib pajak badan komersial sebagai kompensasi atas penghapusan PBB bagi MBR dan warga miskin.

Ketiga, merujuk asas pemisahan horizontal, maka teoritis rezim hukum agraria dan tata ruang (dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang) adalah berbeda dengan rezim hukum bangunan gedung (dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung).

Oleh karena itu konsep dan kebijakan pengenaan PBB dengan asas pemisahan horizontal beralasan jika dipisahkan menjadi pajak atas bumi dan ruang dan pajak atas bangunan gedung, ujarnya.

Manfaat lain, lanjutnya, penghapusan PBB tidak serta merta begitu saja dicoret sebagai wajib pajak atas PBB, namun memerlukan langkah verifikasi dan pemutakhiran data atas penerimaan PBB, pemilik tanah dan bangunan gedung. Data itu mesti terintegrasi dengan data pertanahan di Indonesia.

Dia menambahkan penghapusan PBB tidak akan menurunkan pendapatan daerah atas PBB, tetapi berguna dalam ekstensifikasi pajak atas bumi dan ruang (PBR) dan pajak atas bangunan gedung (PBG) serta PNBP.

Tentu atas pemanfaatan ruang yang dapat dikembalikan untuk alokasikan pembangunan perumahan rakyat (public housing) dan infrastruktur kawasan pemukiman bagi MBR dan warga miskin, ujarnya. []


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper