Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak menangani sengketa pilkada menyusul adanya sejumlah kendala jika sengekta pilkada diselesaikan di lembaga itu.
Penolakan itu diungkap saat sejumlah hakim agung mengadakan rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR perihal Revisi UU No. 1/2015 tentang Pilkada. DPR mengusulkan, agar sengekta pilkada tingkat I atau gubernur diselesaikan di MA. Adapun sengketa pilkada tingkat II atau bupati/walikota diselesaikan di pengadilan negeri (PN).
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengungkapkan adanya masukan dari MA. “MA menyarankan kewenangan kembali di Mahkamah Konstitusi [MK],” katanya seperti dilansir situs resmi dpr.go.id, Kamis (12/2/2015).
Penolakan MA untuk menyidangkan sengketa pilkada itu, jelasnya, juga dikuatkan adanya klausul syarat hakim yang akan menyidangkan sengketa Pilkada. Dalam kalusul itu, hakim tidak boleh menyidangkan perkara lain dan minimal sudah bertugas tiga tahun. “Sementara hakim PN sebagian besar adalah hakim muda.”
Namun, saran dari MA tersebut bertentangan dengan keputusan hakim MK yang menyatakan pilkada bukan termasuk rezim pemilu sengketa disidangkan di MA. “Jadi, kami akan bahas masukan itu dengan pemerintah. Bagaimana baiknya, kita akan bicarakan.”
Pertimbangan lain menurut Riza, apabila persidangan dilaksanakan di daerah, potensi konflik lebih tinggi karena pendukung dan kerabat berbondong-bondong ke pengadilan. Pengamanan diperkirakan akan lebih sulit.