Bisnis.com, JAKARTA - Jaringan Perempuan Indonesia menilai selama 100 hari Presiden Joko Widodo memimpin Indonesia sampai saat ini cenderung tidak peduli terhadap permasalahan perempuan di Indonesia.
Permasalahan perempuan seperti perlindungan perempuan dan buruh perempuan, penghapusan peraturan diskriminatif terhadap UU. NO.1/Tahun 1974 tentang perkawinan yang memuat pasal-pasal diskriminatif, ketidakpedulian presiden terhadap masalah penelantaran anak hingga pelanggaran-pelanggaran HAM anak dan perempuan serta segudang masalah perempuan lainnya.
Pendiri sekaligus Executive Board Institut Perempuan R. Valentina Sagala mengatakan pihaknya tidak melihat masalah perempuan menjadi agenda prioritas presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla serta menteri-mentrinya. Saat ini presiden lebih memprioritaskan masalah politik dan ekonomi saja,sedangkan masalah perempuan cenderung diabaikan.
“Banyak permasalahan perempuan di Indonesia ini yang diabaikan dan cenderung tidak dipedulikan oleh pemerintah,” tuturnya Minggu (8/2/2015).
Permasalahan seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak mengimplementasikan kebijakan gender dalam program kerjanya, demikian juga dengan Kementerian Tenaga Kerja.
Selain itu, kementerian gagal menterjemahkan Nawacita dan visi misi Jokowi dalam program kerjanya. “Sedangkan sejumlah kementerian lain seperti Menteri Kesehatan pun belum mengimplementasikan kebijakan gender dalam programnya,” katanya.
Sementara itu, Deputi Direktur Asia-Pasifik Koordinator CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) (salah satu anggota Jaringan Perempuan Indonesia) Isabelle Arradon Estu Fanani mengatakan di bidang hukum terkait perempuan, pemerintah pun minim prestasi.
Seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak yang berjanji berkomitmen untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan dalam pengarustamaan gender (PUG), pada kenyataanya tidak memiliki langkah strategis terhadap percepatan perubahan pada hukum yang responsif gender.
“Dan masih banyak persoalan-persoalan perempuan yang sampai saat ini tidak teratasi dan cenderung diabaikan oleh pemerintah. Selain itu, ironisnya Presiden tidak mengajak berdialog dengan masyarakat sipil yang mengetahui permasalahan perempuan dilapangan,” tuturnya.
Untuk itu atas nama Jaringan Perempuan Indonesia mengingatkan dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan persoalan elit-elit politik partai serta DPR yang berimbas kepada kebijakan-kebijakan untuk perempuan.
Selain itu, mendesak Presiden agar tidak ingkar janji atas visi dan misinya salah satunya mewujudkan perlindungan hukum dan langkah strategid perubahan hukum yang tidak diskriminatif bagi perempuan dan buruh perempuan.
Memberikan rapor merah dalam bidang hukum untuk 100 hari kinerja Kementerian dalam mewujudkan sistem dan penegakkan hukum yang berkeadilan perempuan.
Paling utama yakni mendesak presiden untuk me-reshuffle menteri-menteri yang tidak meperjuangkan pemenuhan hak perempuan, buruh perempuan,hak minoritas dan masyarakat marjinal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google
News dan WA Channel