Kabar24.com, JAKARTA -- Ketua KPK Abraham Samad menyatakan selama ini pihaknya telah mencoba untuk menahan diri terkait Komisari Jenderal Pol. Budi Gunawan.
Disebutkan Samad, sikap menahan diri itu dilakukan ketika Budi diajukan sebagai calon menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi.
Samad bahkan menyatakan bahwa Budi sebenarnya juga diajukan sebagai menteri dalam Kabinet Kerja Joko Widodo, namun budi mendapatkan rapor merah.
"Sekarang waktunya kita memberikan penjelasan resmi. Kami sebelumnya mencoba menahan diri bahwa Komjen BG (Budi Guanawan) saat pencalonan menteri dan dilakukan penelusuran rekam jejak maka yang bersangkutan sudah diusulkan tapi karena KPK sedang menangani kasusnya kami berikan catatan merah, jadi tidak elok kalau diteruskan (sebagai menteri)," ungkap Abraham.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Selanjutnya Komisi Pemberantasan Korupsi akan melaporkan penetapan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait transaksi mencurigakan kepada Presiden Joko Widodo.
"Kita akan sampaikan secara resmi kepada Presiden dan Kapolri hasil penyidikan ini," kata Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK Jakarta, Selasa.
KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) 12 Januari 2015.
Dugaan penerimaan hadiah itu dilakukan sejak Budi menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
Padahal Presiden Joko Widodo mengajukan nama Kepala Lembaga Pendidikan Polri tersebut kepada DPR untuk menggantikan Kapolri Jenderal Pol Sutarman pada Jumat (9/1).
Pengajuan tersebut tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kalaupun ada tanggapan orang awam hal ini terkait (pengajuan nama Kapolri) kita tidak bisa melarang orang berasumsi, tapi sekali lagi kami jelaskan kejadian ini hanya kebetulan saja, ini normal saja, kami melakukan equality before the law," ungkap Samad.
Budi, 56, saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri Akademi Kepolisian.
Ia sebelumnya pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjadi wakil presiden periode 1999-2004 dan ajudan Megawati saat menjabat sebagai presiden pada 2001-2004.
Karir Budi pada 2004-2006 adalah menjadi Kepala Biro Pembinaan Karyawan Polri, selanjutnya Kepala Sekolan Lanjutan Perwira Lembaga Pendidikan dan Latihan 2006-2008, kemudian Kapolda Jambi (2008-2009), Kepala Divisi Pembinaan Hukum (2009-2010), kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 2010-2012, hingga Kapolda Bali (2012).