Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS ANAS URBANINGRUM: Keluarga Berharap Hakim Putus Bebas

Keluarga terdakwa Anas Urbaningrum berharap Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat menjatuhkan vonis dengan seadil-adilnya terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut dan sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada selama proses persidangan berlangsung.

Bisnis.com, JAKARTA-- Keluarga terdakwa Anas Urbaningrum ‎berharap Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat menjatuhkan vonis dengan seadil-adilnya terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut dan sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada selama proses persidangan berlangsung.

Seperti diketahui, Anas Urbaningrum telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam dugaan tindak ‎menerima gratifikasi dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sehingga oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anas dituntut 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan penjara.

Penegasan tersebut disampaikan adik kandung Anas Urbaningrum, Anna Luthfi kepada Bisnis di Jakarta, Rabu (24/9).

"Keluarga tentu berharap kepada bapak-bapak hakim yang mulia memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. Dan adil menurut keyakinan kami berdasarkan fakta-fakta persidangan adalah diputus bebas‎," tutu‎rnya.

Menurut‎ Luthfi, tuntutan JPU KPK kepada Anas dirasa berlebihan dan tidak masuk akal jika mengacu pada fakta-fakta persidangan. Oleh karena itu, keluarga Anas mendesak Majelis Hakim Tipikor untuk membebaskan Anas Urbaningrum dalam pembacaan putusan nanti.

"Tuntutannya tidak masuk akal. Adil sama dengan bebas," tukasnya.

‎Sebelumnya, Anas Urbaningrum ‎akan menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini (24/9) dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga (P3SON) Hambalang, proyek-proyek lain, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada saat Anas menjadi anggota DPR RI dari fraksi Partai Demokrat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menuntut mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider lima bulan kurungan penjara.

Menurut JPU KPK tersebut, Anas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga (P3SON) Hambalang, proyek-proyek lain, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada saat Anas menjadi anggota DPR RI dari fraksi Partai Demokrat.

‎"Menjatuhkan pidana kepada saudara Anas Urbaningrum berupa pidana penjara 15 tahun dan dikurangi selama masa tahanan serta denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan," tutur Ketua JPU KPK, Yudi Kristana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9).

Tuntutan tersebut diambil JPU KPK dengan mempertimbangkan berbagai hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan Anas diantaranya, sebagai anggota DPR, Anas dinilai telah mencederai sistem politik yang bebas dari korupsi dan bertolak belakang dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Sedangkan yang meringankan yakni karena Anas dinilai telah mendapatkan bintang jasa utama pada tahun 1999, bersikap sopan selama menjalani persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Terdakwa Anas Urbaningrum tidak hanya dituntut 15 tahun penjara oleh JPU KPK. Namun, JPU KPK juga menuntut agar Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp94.180.050.000 dan 5.261.070 dollar AS.

Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar selama 1 bulan sesudah berkekuatan hukum tetap (Incraht), maka seluruh harta benda Anas akan disita oleh negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Tak cuma itu, Jaksa juga menuntut agar Anas dihukum dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik.

Kemudian menuntut pula pidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih 5 ribu sampai 10 ribu hektar yang berada di 2 kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur‎, Kalimantan Timur.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper