Bisnis.com, JAKARTA—Meski Perdana Menteri Inggris David Cameron berjanji akan ikut menggempur milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) setelah pekerja sosial negara itu dibantai, tetapi aksi itu akan menunggu hingga referendum Skotlandia selesai.
Berdasarkan hasil jajak pendapat terkait referendum Skotlandia pada 18 September mendatang, perbedaan raihan suara antara mereka yang ingin memisahkan diri dan mereka yang akan bertahan di bawah pemerintahan Kerajaan Inggris sangat tipis.
Dengan demikian, kemungkinan Inggris untuk berpisah dengan Skotlandia yang telah bersatu selama lebih dari 300 tahun akan mendominasi perpolitikan negara itu.
Cameron mendapat tekanan dari sejumlah anggota Partai Konservatif dan sejumlah mantan petinggi militer untuk bergabung dengan AS menggempur ISIS. Untuk itu dia akan kembali ke Skotlandia setelah memimpin rapat darurat guna membahas pembantaian atas pekerja sosial David Haines yang berasal dari Skotlandia.
“Seorang Inggris yang dipenggal kepalanya dalam tayangan video yang dipublikasikan ISIS akan memperkuat dukung untuk melakukan tindakan balasan, namun setiap keputusan masih ditunda selama sepekan karena ada gangguan besar dalam hal referendum di Skotlandia,” ujar Raffaello Pantucci, direktur program keamanan internasional pada Royal United Services Institute for Defence di London sebagaimana dikutip Bloomberg, Senin (15/9/2014).