Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan DPR diminta mempercepat pengesahan Rancangan UU Administrasi Pemerintahan karena dinilai sejalan dengan prinsip good public governance (GPG) dan mendukung pengambilan kebijakan publik oleh pejabat.
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Mas Achmad Daniri mengatakan Indonesia seharusnya memiliki undang-undang yang mengatur hukum administrasi pemerintahan seperti Algemene Wet Bestuursrecht di Belanda dan Administrative Procedure Act di Amerika Serikat.
“Kementerian PAN dan RB kan telah menyampaikan RUU Administrasi Pemerintahan kepada DPR pada Januari 2014. Kabarnya telah masuk menjadi agenda Prolegnas 2014 juga,” ujarnya dalam Konferensi Auditor Intern Pemerintah 2014 di Jakarta, Kamis (12/6/2014).
Menurut Achmad, dalam kondisis krisis selama ini banyak pejabat yang terpaksa mengambil kebijakan di luar batas kewenangan dengan mempertimbangkan kepentingan publik tersangkut masalah hukum.
Kejadian tersebut, lanjut dia, diakibatkan karena ketiadaan peraturan perundangan sebagai dasar yang dapat melindungi pengambilan kebijakan. Salah satu contoh yang dia sampaikan yakni kriminalisasi kebijakan bail out Bank Century. Akhirnya, semua pejabat mencari aman untuk tidak mengambil kebijakan.
Dalam ranah hukum administrasi negara (HAN), menurut Achmad, ketika pejabat menetapkan kebijakan teknis sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka status pejabat tersebut sedang menjalankan kebijakan aparatur negara.
“Dalam HAN tidak dikenal sanksi pidana. Yang ada hanya teguran lisan dan tertulis, penurunan pangkat, pembebastugasan, hingga pemberhentian secara tidak hormat,” ungkapnya.
Walaupun demikian, bukan berarti tidak ada celah bagi hakim untuk mengadili kebijakan. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. MA/Pemb/0159/77 menyatakan perbuatan kebijakan penguasa tidak termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya, kecuali ada unsur sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang.
Setidaknya ada tiga parameter untuk menguji suatu kebijakan telah memasuki ranah hukum pidana. Pertama, jika suatu kebijakan dijadikan pintu masuk untuk melakukan suatu kejahatan.
Kedua, ada aji mumpung atau moral hazard dalam pengambilan kebijakan. Ketiga, kebijakan itu melanggar peraturan. “Tidak ada impunitas pada pengambilan keputusan untuk kebijakan publik,” tegasnya.
Melihat kasus-kasus itulah, menurut Achmad, RUU Administrasi Pemerintahan bisa menjadi landasan hukum bagi HAN untuk mengenali sebuah kebijakan sebagai kesalahan administrasi atau penyalahgunaan wewenang yang berujung pada tindak pidana.
Dengan demikian, pembuat kebijakan tidak dengan mudah “dikriminalisasi” dan melemahkan mereka dalam inovasi pemerintahan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar mengatakan secara garis besar, RUU tersebut dibuat agar pejabat tidak mengambil tindakan sewenang-wenang.
Sebaliknya, apabila perlu diambil kebijakan untuk kepentingan mendesak pejabat tidak boleh dikriminalkan.
“Undang-undang yang ada saat ini kan tata beracara, PTUN. Undang-undang materialnya belum ada, ya RUU Adpem ini,” ujarnya.
Azwar memastikan sebelum masa pemerintahan ini berakhir, pengesahan dapat dilakukan.