Bisnis.com, JAKARTA--Penutupan alur pelayaran Sungai Barito, Marabahan di Kabupaten Barto Kuala, Kalimantan Selatan menunjukkan pemerintah daerah belum memahami bisnis maritim.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan Bupati Barito Kuala belum paham bisnis maritim.
Jika persoalannya hanya karena belum ditemukan angka ideal biaya kapal pandu tidak harus sampai menutup alur.
Seharusnya, imbuhnya, pelayaran di alur tersebut harus berjalan normal dengan biaya yang ada saat ini, sambil melakukan perundingan untuk menentukan atas usulan biaya ideal bagi kapal pandu.
"Di mana-mana kalau bisnis maritim, kapal harus selesaikan dulu pengiriman barang biar roda ekonomi itu bergerak," ujarnya, Selasa (10/6/2014).
Penutupan alur pelayaran itu dilakukan oleh Dinas Perhubungan setempat atas perintah Bupati Barito Kuala terjadi sejak 5 Juni 2014. Akibatnya, pelayaran dari hilir ke hulu terhenti.
Bupati Barito Kuala melalui suratnya No.180/1258/Hukum perihal Penegasan Pelaksanaan Wajib Pandu di Perairan Wajib Pandu Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, tertanggal 26 Mei 2014 menegaskan akan menyetop alur pelayaran sejak Kamis, 5 Juni 2014.
Penutupan alur tersebut dilakukan setelah perusahaan PT Pelabuhan Barito Kuala Mandiri (PT PBKM) dan operator pelayaran yang tergabung ke dalam INSA Banjarmasin belum mencapai kesepakatan soal besaran tarif pandu.
Menurutnya, sebaiknya seluruh kepala daerah mulai memahami bisnis maritim. Di sisi lain, katanya, Kementerian Perhubungan harus semakin intensif mensosialisasikan aturan kemaritiman nasional maupun internasional.
"Ini karena kurang pemahaman dari Pemda, tapi Kemenhub juga harus sosialisasikan cara main."
Sebelumnya, Indonesia National Shipowners' Association (INSA) memperkirakan kerugian akibat penutupan alur ini, khususnya dari sektor tambang dan pelayaran hampir mencapai US$15 juta dollar per hari. Angka itu didapatkan dari perkirakan muatan yang diangkut sebanyak 250 ribu ton perhari dari mulut Barito.
Wakil Ketua Umum INSA bidang Tug and Barge Teddy Yusaldi mengatakan alur pelayaran adalah wilayah publik sehingga penutupan alur pelayaran sangat mencederai kepentingan publik. "Saya sangat menyesalkan hal ini terjadi," ujarnya.
Menurut dia, kebijakan penutupan alur pelayaran itu dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang meresahkan bahkan membahayakan kepentingan ekonomi nasional. Sebab, imbuhnya, ratusan kapal terancam tidak bisa menggunakan alur pelayaran tersebut, padahal alur itu dilindungi Undang-undang.