Bisnis.com, WASHINGTON -- Israel kembali memperlihatkan sikap kerasnya dengan merencanakan pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan.
Hal itu sontak memancing reaksi Amerika Serikat yang menyatakan "sangat kecewa" dengan pengumuman Israel untuk membangun rumah lagi buat pemukim Yahudi di wilayah pendudukan. Demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS di Washington, Kamis (5/6/2014).
"Sebagaimana telah kami katakan secara konsisten, tindakan ini tak membantu dan kontraproduktif untuk mencapai hasil kedua negara," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Marie Harf dalam taklimat rutin.
Kementerian Perumahan Israel pada Kamis mengumumkan akan segera memasarkan 1.500 rumah baru di permukiman Tepi Barat Sungai Jordan dan Jerusalem Timur.
Beberapa jam kemudian, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengumumkan akan mencairkan rencana yang sebelumnya dibekukan untuk membangun 1.800 unit rumah baru.
AS terus memandang permukiman Yahudi sebagai "tidak sah", demikian laporan Xinhua yang Jumat (6/6) pagi.
Amerika Serikat juga mendesak kedua pihak dalam perundingan perdamaian Timur Tengah agar menahan diri dari tindakan yang tidak membantu sehingga meningkatkan ketegangan dan melemahkan upaya untuk menemukan jalan maju guna mewujudkan penyelesaian dua-negara, kata Harf.
"Sangat sulit untuk memahami bagaimana permukiman ini memberi sumbangan bagi perdamaian," ia menambahkan.
Harf menegaskan posisi AS mengenai masalah tersebut "sudah lama dipahami dan tak berubah".
Juru bicara itu mengatakan AS akan terus terlibat atas masalah tersebut dengan Pemerintah Israel.
Israel menduduki daerah Tepi Barat dalam Perang Timur Tengah 1967 dan mencaplok Jerusalem Timur.
Wilayah tersebut dirancang sebagai bagian dari negara masa depan Palestina dan permukiman Yahudi akan membuatnya sulit untuk menciptakan wilayah yang bersambung buat orang Palestina.
Menurut Menteri Perumahan Israel Uri Ariel, rumah baru itu adalah "tanggapan atas pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina, yang diambil sumpahnya pada Senin (2/6) di Ramallah".
Setelah tujuh tahun permusuhan, Faksi Fatah dan HAMAS rujuk dan membentuk pemerintah persatuan, yang terdiri atas teknokrat tanpa afiliasi politik.
Keputusan Kementerian Perumahan Israel itu dikecam Menteri Kehakiman dan Kepala Perunding Israel Tzipi Livni pada Kamis, yang mengatakan keputusan tersebut adalah kekeliruan lain kebijakan yang hanya "akan menambah sulit bagi kita untuk menghimpun dukungan dunia melawan HAMAS", demikian laporan harian Ha'aretz.
"Pembangunan ini adalah hukuman yang didapat oleh orang Israel akibat kehadiran Habayit Hayehudi (Rumah Yahudi) dalam pemerintah Israel, dan bukan akibat kehadiran HAMAS di Pemerintah Palestina," Livni menambahkan.
Sementara itu Netanyahu mendesak dunia agar tidak mengakui pemerintah baru Palestina tersebut.
Namun, AS menyatakan bermaksud bekerjasama dengan pemerintah "kaum teknokrat" Palestina itu sekalipun Washington akan memantau kebijakannya secara saksama.
Pada Kamis pimpinan Palestina berikrar akan menanggapi dengan cara yang tak pernah terjadi sebelumnya atas rencana Israel untuk membangun 1.500 unit rumah di Jerusalem Timur dan Tepi Barat.
Nabil Abu Rdeinah, Juru Bicara Presiden Palestina, mengatakan dalam satu siaran pers bahwa Israel harus menyadari kegiatan permukimannya ditolak, dan memperingatkan tentang reaksi yang tak pernah terjadi sebelumnya atas kebijakan semacam itu.
Ia menambahkan tindakan tersebut dilakukan setelah masyarakat internasional mengakui pemerintah persatuan nasional Palestina, yang diumumkan belum lama ini dan ditentang oleh Israel.