Bisnis.com,JAKARTA - Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang menyita sekitar 1.892 karton berisi 22.704 botol jamu ilegal dengan barang bukti senilai kurang lebih Rp300 juta.
Temuan ribuan botol jamu ilegal itu terkuak dalam penggerebekan sebuah rumah yang dijadikan gudang penyimpanan produk jamu illegal pada hari Senin (3/3/2014).
Penggerebekan yang berlangsung pada pukul 09.00 WIB hingga 16.30 WIB itu berada di gudang rumah Jl. Suryokusumo V/21, Perumahan Tlogosari, Kota Semarang.
Produk jamu ilegal yang disita petugas a.l: produk merek Tawon Klanceng; Sari Mahkota; Jamur Mas; dan Mahkota Dewa. Semua produk itu diduga menggunakan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Jamu ilegal itu kemudian diangkut menggunakan 4 truk untuk diamanankan di Kantor BBPOM Semarang.
Kepala BBPOM di Semarang, Zulaimah menyatakan penggrebekan gudang jamu ilegal tersebut dilakukan setelah petugas BBPOM di Semarang mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa di sebuah rumah yang sesuai alamat terdapat aktivitas pendistribusian jamu yang diduga produk illegal yang berbahaya bagi masyarakat. Dia menambahkan aktivitas penerimaan dan distribusi jamu seringkali dilakukan pada malam hari.
“Kami mendapat laporan masyarakat tentang maraknya peredaran jamu ilegal di pasar tradisional. Dari laporan itu petugas melakukan penyelidikan dan mendapati sebuah rumah yang dijadikan gudang penyimpanan jamu ilegal di Tlogosari,” ujar Zulaimah seperti dilansir laman www.pom.go.id, Selasa (4/3/2014).
Menurutnya, hasil pengujian yang dilakukan laboratorium BBPOM di Semarang, produk jamu ilegal tersebut ternyata mengandung bahan kimia seperti penilbutason, prednison, dan deksametason. Apabila kandungan bahan kimia dikonsumsi terus menerus akan berbahaya bagi kesehatan manusia, semisal kropos tulang.
“Produk jamu tradisional, semestinya tidak boleh menggunakan campuran bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia,” terangnya.
Zulaimah melanjutkan penyidik menetapkan pemilik rumah yang dijadikan gudang obat ilegal bernisial HD sebagai tersangka. Tersangka dijerat melanggar Pasal 196 dan atau 197 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman 10 tahun-15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar.