Bisnis.com, JAKARTA - Perjanjian bilateral Indonesia-Korea Selatan yang rencananya akan diwujudkan dalam comprehensive economic partnership agreement (CEPA) masih terkatung-katung hingga kini.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan perjanjian yang pada awalnya ditargetkan selesai pada 2013 kurang berjalan lancar. Pada akhir Februari pihaknya akan mengirimkan tim perunding menuju Korea Selatan untuk menyelesaikannya.
“Dengan Korea kan tadinya 2013, saya bilang tidak mungkin. Saya bilang kalau bisa Mei ini harus diselesikan, kalau tidak bisa juga, ya tidak usah terikat,” kata Hidayat di Jakarta, Senin (10/2/2014).
Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana menekankan perundingan untuk mewujudkan perjanjian bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan masih berjalan hingga kini meski sedikit terhambat. Menurutnya, keberangkatannya ke Korea akhir bulan ini akan fokus untuk segera menyelesaikannya.
“Soalnya sampai sekarang masih banyak yang dinilai belum beres dan kami juga tidak ingin terburu-buru,” ujar Agus.
Perjanjian bilateral kedua negara, kata Agus, harus dirundingkan dengan matang dan disetujui kedua belah pihak. Bila ada proses yang masih belum selesai, hal tersebut lantaran kedua belah pihak menginginkan hasil yang menguntungkan untuk kedua belah pihak. “Namanya juga negosiasi. Harus berusaha, masih ada waktu”
Mengenai apakah Korea masih menahan diri dengan apa yang diminta oleh Indonesia, Agus mengatakan pada prinsinya Indonesia menginginkan adanya investasi dari Korea. Pasalnya, pihaknya ragu bisa melakukan penjualan ke Korea.
“Korea itu susah, semuanya dari Korea sendiri. Paling tidak yang bisa dijual ke Korea hanya sumber daya alam saja. Maka itu, Indonesia harus mampu mengambil momen ini untuk mengajak Korea investasi,” tambahnya.
Pihaknya sebagai tim perunding bisa saja melakukan penyelesaian bila tidak ada titik temu. Artinya, tidak ada perjanjian bilateral antar kedua negara. “Tetapi kan di atas tim perunding ada yang namanya menteri, tentu ada unsur politisnya untuk memikirkan kerjasama bilateral. Biarlah yang lebih di atas yang memberikan nuansa politiknya.”
Dia berharap, perwujudan kerjasama yang sudah masuk perundingan hingga putaran ke-6 ini bisa segera tercapai. Perwujudan kerjasama ini ditargetkan mencakup 13 isu, diantaranya yang terkait dengan investasi dan kerjasama peningkatan kapasitas yang terdiri dari 12 sektor. Kedua belas sektor tersebut adalah shipbuilding, information technology, permesinan, otomotif, logam, tekstil, batu bara, migas, industri hijau, industri kecil dan menengah, kelapa sawit dan rumput laut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan negosiasi antara kedua negara harus diselesaikan dengan cara win-win solution dan menguntungkan kedua belah pihak. Jangan sampai, permberlakukan perjanjian antar kedua negara hanya menguntungkan satu pihak, sehingga perjanjian harus diselesaikan dengan cermat.
Menurutnya, Korea Selatan mendukung kenaikan perdagangan investasi antar kedua negara. Korea Selatan menganggap Indonesia bisa menjadi special partner. “Saya pikir CEPA memang harus diselesaikan, tapi saya pikir ada hal yang harus dibicarakan lagi, jangan sampai lebih menguntungkan mereka. Kami tidak maksa cepat, apa yang terbaik saja,” katanya.
Ditargetkan, perdagangan dengan Korea Selatan bisa mencapai US$50 miliar pada 2015 dan US$100 miliar pada 2020 setelah pemberlakuan perjanjian bilateral Indonesia-Korea Selatan.
Daya Saing Dibawah Negara Asean dan Mitra
Sumber: Global Competitiveness Report 2013-2014
GCI 2013-2014
Indonesia
Ranking : 38
Score: 4,53
Korea
Rangking: 25
score: 5,01