Bisnis.com, SURABAYA - Jumlah kapal pelayaran rakyat di Jawa Timur terus menyusut, menyusul pengetatan pengawasan perdagangan hasil hutan sehingga sektor bisnis yang dilayani kapal pun makin berkurang.
Ketua DPD Pengusaha Pelayaran Rakyat (Pelra) Jawa Timur M Asaad Aziz menguraikan kapal pelra yang aktif di Terminal Kalimas Tanjung Perak tinggal 70-100 kapal per bulan.
Sebelum pengetatan perdagangan hasil hutan, sambungnya, kapal di lokasi yang sama bisa 500 kapal. Sebagian dari kapal itu membawa komoditas kayu dari Kalimantan.
Menurutnya, sejak UU No.41/2009 tentang Kehutanan terbit, perdagangan kayu dari Kalimantan meosot. Alhasil order bagi kapal pelra berkurang drastis.
"Selain itu kami sulit mendapat kayu untuk pembenahan kapal. Kalaupun dapat harganya mahal sehingga tidak terjangkau," jelasnya di sela-sela Rapat Pimpinan Kamar Dagang dan Industri Jatim di Surabaya, Kamis (6/2/2014).
Asaad menguraikan kapal Pelra saat ini fokus melayani distribusi barang yang tidak terjangkau kapal besar maupun kontainer, utamanya komoditas pokok. Sehingga pasarnya semakin menyempit meski potensinya masih bisa diandalkan.
"Kami kan bisa menjangkau kepulauan yang tidak terjangkau, jadi masih ada potensi meski sangat tergantung dari permintaan daerah kecil," tambahnya.
Sebagai gambaran, kapal Pelra rata-rata berdraft pendek kurang dari 5 meter dengan panjang 20 meter ke atas. Selain di Kalimas Tanjung Perak, kapal Pelra banyak bersandar di Pelabuhan Gresik.
Asaad menambahkan di Jawa Timur pelabuhan bagi kapal Pelra juga ada di Probolinggo, Banyuwangi, Sumenep dan Lamongan. Komoditas yang banyak diangkut kapal di pelabuhan itu sebagian besar kebutuhan pokok.