Bisnis.com, WASHINGTON - Sebuah perusahaan cybersecurity AS mengatakan telah mengumpulkan bukti-bukti bahwa pemerintah Rusia memata-matai ratusan perusahaan Amerika, Eropa dan Asia.
Hal itu merupakan pertama kalinya Moskow dikaitkan dengan serangan cyber atas tuduhan ekonomi bukan soal politik.
Menurut perusahaan, CrowdStrike, korban kampanye spionase cyber yang sebelumnya dilaporkan termasuk energi dan teknologi perusahaan, beberapa di antaranya telah kehilangan kekayaan intelektual yang berharga.
CrowdStrike menolak untuk mengupas detail tentang kerugian tersebut atau nama korban apapun, mengutip perjanjian kerahasiaan yang berkaitan dengan penyelidikan .
Para pejabat Kementerian Dalam Negeri Rusia tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar pada Rabu pagi di Moskow.
"Serangan-serangan ini tampaknya telah dimotivasi oleh kepentingan pemerintah Rusia dalam membantu industri mempertahankan daya saing di bidang utama kepentingan nasional," ujar Dmitri Alperovitch, Kepala Kantor Teknologi dari CrowdStrike, kepada Reuters pada Selasa malam (22/1/2014).
Sementara itu, para peneliti cybersecurity telah mengatakan bahwa pemerintah China berada di balik kampanye spionase cyber terhadap berbagai perusahaan, Alperovitch mengatakan ini adalah pertama kalinya pemerintah Rusia telah dikaitkan dengan serangan di dunia maya terhadap perusahaan.
Dia mengatakan bahwa CrowdStrike telah mengikuti kegiatan kelompok Rusia ini, yang dijuluki "Beruang Energetic," selama dua tahun.
"Kami sangat yakin tentang hal ini," kata Alperovitch.
Korban termasuk perusahaan-perusahaan energi di Eropa, kontraktor pertahanan, perusahaan teknologi dan lembaga pemerintah, menurut laporan CrowdStrike .
Manufaktur dan konstruksi perusahaan di Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah serta penyedia layanan kesehatan AS juga disebut-sebut sebagai target.
Alperovitch, yang berasal dari etnis Rusia dan sekarang tinggal di Washington adalah seorang ahli spionase cyber yang menjadi terkenal saat bekerja untuk McAfee Inc.