Bisnis.com, ISTANBUL - Pasar keuangan Turki terjungkal setelah salah satu dari 3 menteri yang terjerat skandal korupsi mengundurkan diri dan menuntut Perdana Menteri Tayyip Erdogan untuk melakukan hal yang sama.
Perekonomian negara tersebut tetap terjerembab di tengah gejolak politik, kendati bank sentral setempat telah berjanji untuk terus menopang nilai tukar lira.
Indeks saham acuan Turki anjlok 4,2% menjadi 66.096,57 pada Rabu (25/12/2013), sehingga memperpanjang tren pelemahan besar-besaran sejak pekan lalu.
Tantangan ekonomi kian menaikkan temperatur krisis politik yang telah berjalan selama sepekan tersebut. Erdogan bersikeras menentang ketetapan yudisial dan memantik sentimen antipemerintah yang mulai tersemai sejak pertengahan tahun ini.
Komunitas finansial dan para investor asing di Turki sendiri secara umum memandang Erdogan sebagai tokoh yang telah menopang pertumbuhan selama satu dekade dan mengadopsi kebijakan ekonomi liberal secara meluas.
Nilai tukar lira melemah menjadi 2,0850 terhadap dolar pada Rabu siang waktu setempat dari 2,0650 sebelum pengunduran diri menteri tersebut. Bank sentral sebelumnya berkomitmen untuk menyokong lira dengan menjual valuta asing senilai US$6 miliar pada akhir Januari.
Sebelum skandal Erdogan mencuat, perekonomian Turki telah masuk ke dalam tekanan akibat spekulasi pengurangan stimulus (tapering) Federal Reserve Amerika Serikat. Akibatnya, nilai tukar lira terus terdepresiasi bersamaan dengan merebaknya kasus korupsi.
Para analis mengatakan Turki tidak memiliki cadangan devisa untuk melindungi lira secara agresif dalam jangka waktu panjang. Padahal, Turki harus mengimpor hampir seluruh kebutuhan minyak, yang mengakibatkan transaksi berjalan mereka memecahkan rekor terburuk di dunia.
Akibat pelebaran transaksi berjalan tersebut, negara yang membatasi benua Asia dan Eropa itu juga semakin tergantung pada investor asing untuk membeli saham dan obligasi mereka guna menarik aliran modal masuk.
“Pengunduran diri Menteri Lingkungan dan komitmennya terjadi tepat pada saat sesi perdagangan, sehingga memantik ketegangan di pasar,” kata A Yatirim, analis Ilter Bulut. Imbal obligasi Turki bertenor 10 tahun naik menjadi 10,09% dari 9,85%.