Bisnis.com, BALI— Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perhatian negara-negara maju anggota WTO untuk membantu negara miskin dan negara berkembang.
Presiden Yudhoyono menyampaian hal itu ketika berpidato pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri Ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Selasa (3/12/2013).
Menurut Presiden saat ini terdapat sekitar 2 miliar manusia yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga era perdagangan multilateral saat ini diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di mana negara-negara miskin dan berkembang yang masih dililit utang.
“Dengan memberi bantuan kepada mereka,, maka akan melahirkan kesempatan bagi negara-negara miskin bisa lebih berkembang,” kata Presiden.
Yudhoyono juga berpesan negara berkembang untuk memanfaatkan kesempatan perdagangan multilateral sebaik-baiknya.
Sekali lagi, dia menekankan pentingnya peran negara anggota WTO dalam perdagangan multilateral dewasa ini.
Semangatnya adalah penghormatan adanya perbedaan setiap negara, tetapi dalam ikatan kepentingan yang sama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
"Perdagangan multilateral memberi banyak manfaat tidak hanya bagi negara-negara WTO, tetapi juga negara berkembang lainnya," ujar Yudhoyono.
Melalui perdagangan multilateral berbagai biaya bisa ditekan dan mampu memberikan pendapatan atau gaji yang lebih tinggi kepada rakyat miskin dan seterusnya.
Semangat perdagangan multilateral, lanjut Yudhoyono, adanya keseimbangan atau yang lebih memberi rasa keadilan bagi semua negara.
Terkait hal tersebut, dia berharap pertemuan para menetri perdagangan di Bali membawa hasil yang signifikan.
"Saya berharap konferensi tingkat menteri KTM ke-9, WTO di Bali, menghasilkan komitmen bersama dalam membentuk sistem perdagangan dan membuat peta baru untuk perdahangan internasional," tandasnya.
Yudhoyono mengakui keberadaan WTO sebagai forum terkemuka dalam menyelesaikan kebijakan perdagangan internasional.
Oleh karenanya melalui organisasi ini dapat dilakukan rekonsiliasi yang akan mendorong perekonomian global lebih berkembang.
Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo mengatakan masa depan WTO dipertaruhkan di Bali untuk menyelesaikan masalah yang tersisa di Doha.
Saat di Doha, kata Roberto, sejatinya sudah hampir selesai dan WTO hampir menemukan jalan keluar. Namun pertemuan itu akhirnya gagal, begitu juga dengan pertemuan di Jenewa.
Pertemuan di Bali, lanjut Roberto, membuka peluang untuk mencapai kesepakatan di antara negara anggota WTO. "Kita berharap penyelesaian Doha dapat kita tuntaskan di Bali," katanya. (ra)