Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia akhirnya mengajukan China ke komisi SPS WTO (Sanitary and Phytosanitary Measures World Trade Organization) terkait lambannya respons negara tirai bambu tersebut terkait upaya mewujudkan komitmen kerja sama bilateral kedua negara yang tertuang dalam MRA (Mutual Recognition Agreement).
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan Banun Harpini mengatakan pemerintah terpaksa mengajukan masalah ini ke dalam Specific Trade Concerns WTO karena ada indikasi pemerintah China kurang serius dan cenderung memperlambat terwujudnya kerja sama MRA tersebut, padahal melalui kerjasama ini kedua belah pihak akan diuntungkan.
“Seharusnya Juli kemarin sudah disetujui, tetapi ternyata hingga saat ini belum ada kejelasan. Karena itulah Indonesia mengajukan hal ini ke forum WTO tersebut agar Pemerintah China serius menindaklanjuti rencana kerja sama tersebut,” ujarnya, Senin (18/11).
Melalui pengajuan ini, jelas Banun, masalah tersebut akan menjadi salah satu topik pembahasan organisasi skala dunia tersebut, dan pada akhirnya China akan serius menindaklanjuti kerjasama perdagangan bilateral tersebut.
"Dunia akan mendukung Indonesia, tentu saja Indonesia tidak semena-mena mengajukan masalah ini. Kami memiliki berbagai bukti yang mendukung langkah tersebut,” jelasnya.
Banun sendiri menduga pemerintah China sengaja menunda realisasi MRA ini karena masih mengalami kesulitan memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan Indoneisa terutama terkait status keamanan komoditas tersebut dari penyakit endemik tanaman. “Kami menduga mereka [China] mengalami kesulitan memenuhi beberapa persyaratan terkait status bebas penyakit komoditas yang mereka produksi,” katanya.
Banun menjelaskan pihaknya meminta China melampirkan status penyakit dari masing-masing kebun, nantinya karantina akan memverifikasinya dengan cara mengaudit langsung setiap kebun yang diajukan.
Dia beralasan audit per kebun perlu dilakukan karena sangat dimungkinkan setiap kebun memiliki penyakit yang berbeda-beda, oleh karena itulah tindakan ini memang diperlukan. “Penyakit terkadang berbeda per kebun, kami tidak mau mengambil risiko ini. Oleh karena itu audit per kebun memang harus dilakukan,” jelasnya.
Akibat dari molornya perjanjian kerjasama tersebut, kedua negara masih dirugikan karena produk bawang putih impor dari China tidak bisa masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok sementara produk sarang burung walet Indonesia yang diekspor ke China harus melalui perantara atau pihak ketiga seperti Malaysia, Singapura atau Hong Kong.
Akibat dari tata niaga tersebut, Indonesia sangat dirugikan karena harga yang diperoleh Indonesia merupakan harga dari pihak ketiga bukan dari harga yang diberikan konsumen. Menteri Pertanian Suswono menyebutkan harga jual komoditas tersebut mencapai 3 kali lipat harga yang ditawarkan pihak ketiga tersebut.
“Yang jelas Indonesia sangat dirugikan, karena harus melalui perantara negara lain. Angkanya sekitar 3 kali lipat dari harga perantara,” jelasnya.
Indonesia sendiri merupakan pemasok terbesar sarang burung walet ke China. Sekitar 80% kebutuhan China di suplay dari Indonesia, nilainya pun cukup besar sekitar Rp.6 triliun hingga Rp.7 triliun per tahun.
Sementara itu, China adalah eksportir bawang putih terbesar ke Indonesia. Kebutuhan rata-rata bawang putih Indonesia setiap tahun mencapai 400.000 ton. dari jumlah tersebut, sekitar 70% kebutuhan itu di impor dari China.
Indonesia Ajukan China ke WTO
Indonesia akhirnya mengajukan China ke komisi SPS WTO (Sanitary and Phytosanitary Measures World Trade Organization) terkait lambannya respons negara tirai bambu tersebut terkait upaya mewujudkan komitmen kerja sama bilateral kedua negara yang tertuang dalam MRA (Mutual Recognition Agreement).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M. Taufiqur Rahman
Editor : Bambang Supriyanto
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
6 jam yang lalu
Menakar Nasib Spektrum Frekuensi Merger FREN dan EXCL
8 jam yang lalu