Bisnis.com, PEKANBARU - Pansus Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pajak rokok DPRD Riau menolak insentif untuk Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sebesar 3%.
"Pajak rokok ini kan kita menerima saja dari pusat, tidak masuk akal bila Dispenda juga meminta insentif 3%. Insentif itu ada bila yang mengusahakan Dispenda itu sendiri, ini yang mengusahakan bea cukai," kata anggota Pansus Eddy M. Yatim, Senin (4/11/2013).
Dalam Raperda pajak rokok pasal 18 berisi insentif sebesar tiga persen yang diberikan kepada Dispenda Riau. Anggota Pansus menyatakan ini tidak layak dan tidak berlogika.
Pajak rokok Indonesia yang sekitar Rp 116 Triliun akan dibagikan sekitar 10% atau sekitar Rp 11 triliun kepada seluruh Provinsi d Indonesia. Pembagian ini didasarkan kepada jumlah penduduk.
Riau dengan penduduk sekitar enam juta lebih diperkirakan akan mendapatkan pembagian pajak rokok sebesar Rp 240 miliar. Sebagai lembaga yang menerima pendapatan, Dispenda meminta upah pungut atau insentif sekitar 3%.
Dispenda beralasan untuk biaya pengelolaan dan distribusi dana ini ke Kabupaten Kota. Selain itu ia juga beralasan dalam aturan Undang-Undang, penerimaan pajak oleh instansi bisa dikenakan upah pungut maksimal 3%.
Menanggapi hal ini para anggota pansus pada umumnya berpendapat insentif tersebut sangat tidak layak. Insentif hanya diberikan kepada pihak yang mengusahakan pajak.
Dispenda selanjutnya berisi keras untuk tetap mensahkan raperda tersebut. Alasannya 23 Provinsi lain di Indonesia telah mensahkan yang memuat 3% insentif Dispenda.
Selanjutnya ketua Pansus Ilyas Labay meminta Dispenda membuktikan raperda pajak rokok dari daerah lain tersebut.
Jika memang Dispenda mendapat tiga persen dari Rp240 Miliar itu berarti Dispenda mendapatkan kira-kira Rp 7 miliar secara cuma-cuma. Biasanya upah pungut ini akan dibagi bersama Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, Kadispenda, dan pejabat lainnya.