Bisnis.com, JAKARTA - Tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang Anas Urbaningrum menyatakan kesiapan dirinya ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya siap '1000%' jika memang itu [penahanan] diperlukan," ujar Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu seusai sebuah acara diskusi di Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Namun, Anas menggarisbawahi penahanan yang dilakukan KPK harus dilakukan berdasarkan asas keadilan dan keobjektifan.
Menurut Anas, alasan penahanan seorang tersangka jika didasarkan pada konteks hukum harus dengan kepentingan agar tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengurangi perbuatan.
"Penahanan kan bukan kewajiban, namun penyidik dapat melakukannya, tapi tidak boleh ada unsur pemkasaan utuk dilakukan penahanan," kata Anas.
Dalam kesempatan tersebut, Anas juga bersikukuh mengatakan dirinya sama sekali tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang Jawa Barat.
Anas membantah bahwa mobil Harrier miliknya merupakan gratifikasi dari PT Adhi Karya, perusahaan yang terlibat dalam pembangunan proyek Hambalang.
"Gratifikasi dari mana, Harrier itu saya beli, dan sesuai tanggal waktu peristiwa, saya tidak mempunyai jabatan apa-apa, jadi bagaimana bisa disebut gratifikasi," ujar Anas.
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada Februari 2013 menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka terkait kasus dugaan penerimaan hadiah pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Anas disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 huruf a tertulis mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya; sedangkan pasal 12 huruf b menyebutkan hadiah tersebut sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4--20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.
Sedangkan pasal 11 adalah penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50 juta-Rp250 juta. (Antara)