Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia meminta negara-negara lain untuk ikut meratifikasi Protokol Nagoya agar dunia dapat segera memberlakukan protokol tersebut.
Pada acara Treaty Event di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68, 24 September 2013, Pemerintah RI yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Marty M. Natalegawa menyerahkan instumen ratifikasi di Markas Besar PBB, New York, AS.
Indonesia merupakan negara ke-21 yang meratifikasi Protokol Nagoya. Agar Protokol Nagoya dapat diberlakukan, perlu ada ratifikasi dari minimal 29 negara.
Indonesia meratifikasi Protokol Nagoya tentang tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya melalui Undang-Undang nomor 11 tahun 2013.
"Sebagai negara yang memiliki keanekaragamanhayati yang besar, Indonesia meyakini bahwa pemberlakuan Protokol Nagoya akan memberikan kepastian hukum dan perlindungan untuk pembagian keuntungan yang adil dan seimbang atas sumber daya genetik," ungkap Marty dalam rilisnya hari ini, Rabu (25/9/2013).
Selain meratifikasi Protokol Nagoya, di saat yang sama Marty juga menyampaikan instrumen ratifikasi Konvensi Rotterdam.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional melalui Undang-Undang nomor 10 tahun 2013.
Konvensi Rotterdam memuat pengaturan persetujuan awal untuk bahan kimia industri dan pestisida tertentu dalam perdagangan internasional.
Konvensi ini diharapkan dapat melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif perdagangan internasional bahan kimia dan pestisida berbahaya.
Beberapa konvensi lain yang terkait dengan Konvensi Rotterdam adalah Konvensi Basel yang mengatur Pengawasan Perpindahan Lalu Lintas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya dan Konvensi Stockholm yang mengatur produksi dan penggunaan bahan-bahan kimia. Indonesia sudah menjadi anggota pada kedua Konvensi tersebut.