Bisnis.com, JAKARTA — Menyambut Hari Kontrasepsi Sedunia 2013 yang diperingati 25 September, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional akan meluncurkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.
SDKI yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali ini, memperlihatkan beberapa penyebab program keluarga berencana (KB) dalam 10 tahun terakhir stagnan di Indonesia. Pemicunya antara lain karena kurangnya masyarakat yang memakai alat kontrasepsi jangka panjang, seperti IUD dan sterilisasi.
“Sebaliknya pengguna alat kontrasepsi jangka pendek berupa suntik, malah mengalami peningkatan yang cukup berarti,” kata dokter Wendy Hartanto, Plt. Deputi Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN di Jakarta, Jumat, (20/9/2013).
Dia menjelaskan SDKI adalah survei sosial yang mengukur kependudukan secara berkala. Data yang dikumpulkan terkait dengan kelahiran, kematian, prevalensi KB dan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi.
Menurut data SDKI, katanya, terlihat bahwa pengguna kontrasepsi IUD pada 1991 mencapai 13% dari total pemakai kontrasepsi. Tapi angka tersebut terus menurun. Pada 1994 hanya 10% pemakai IUD, pada 1997 turun lagi menjadi 8%, dan pada 2002 jadi 6%, serta turun lagi jadi 5% pada 2007, dan pada data 2012, pemakai kontrasepsi IUD tinggal 4% saja.
Sedangkan pemakai alat kontrasepsi suntik malah sebaliknya, meningkat tajam. Pada 1991 penggunanya sebanyak 12%. Pada 1994 naik lagi menjadi 15%, dan pada 1997 angkanya meningkat jadi 28%. Dan pada 2002, 2007, serta 2012 berkisar pada 32% pengguna alkon KB suntik.
Menurut Wendy, pemakaian kontrasepsi jangka pendek akan berisiko gagal lebih besar ketimbang IUD yang berjangka panjang. Sebab, lanjutnya, akseptor bisa saja lupa melakukan suntik KB secara berkali.
“Akibatnya bisa terjadi kehamilan yang mungkin saja tak diinginkan oleh pasangan suami isteri tersebut. Dan itu menyebabkan kelahiran total (total fertility rate/TFR) di Indonesia stagnan pada angka 2,6% sejak 2002 hingga 2012,” ungkapnya.
Dia menuturkan pada metode suntik KB, si ibu harus disuntik sebulan sekali. Tapi risiko kegagalannya cukup tinggi, yaitu 6/100 penggunanya hamil pada tahun pertama. Sementara itu alkon IUD bisa bertahan sampai 8 tahun, dengan risiko kegagalan yang minim. Yaitu 0,8/100 perempuan penggunanya hamil pada setahun pertama.