Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah mal dan pusat perbelanjaan lainnya di DKI Jakarta dinilai sudah terlalu banyak. Oleh karena itu, pemprov DKI memberlakukan moratorium izin pembangunan mal.
Namun, kebijakan moratorium izin pembangunan mal di DKI itu tidak berlaku bagi izin yang sudah dikeluarkan pada saat kepemimpinan gubernur sebelumnya yaitu Fauzi Bowo.
Wakil Gubernur DKI Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama menegaskan pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan modern dan mal yang sudah diberikan pada zaman kepemimpinan Fauzi Bowo tidak bisa dibatalkan.
Pasalnya, saat kepemimpinan Foke belum diterapkan moratorium mal mengingat pembatasan mal mulai dikeluarkan instruksi gubernur pada 12 Oktober 2011. Apabila izin dibatalkan, Pemprov DKI berpotensi diseret ke ranah hukum yakni di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Tidak bisa ditarik atau dibatalkan karena kita bisa di PTUN," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (18/9/2013).
Menurut Ahok, banyak izin mal yang dikeluarkan sebelum moratorium sehingga berpotensi menambah penuh sesak pusat perbelanjaan di Jakarta yang saat ini sudah mencapai 564 pusat perbelanjaan. Dia berharap ada pemerataan pembangunan mal di kawasan yang masih kurang jumlah pusat perbelanjaannya seperti Jakarta Timur dan kawasan Marunda Jakarta Utara.
"Jumlah izin mal [jaman Foke] tidak banyak, tapi kalau di Jakarta Timur pasti kita kasih karena kosong kan. Tapi mereka nggak suka kawasan timur, itu masalahnya," kata Ahok.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan moratorium pembangunan pusat perbelanjaan dan mal sudah diterbitkan dalam instruksi Gubernur jaman Foke. Namun sekarang rencananya dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK).
Diketahui pada 12 Oktober 2011, mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo mengeluarkan moratorium izin pembangunan pusat perbelanjaan pertokoan/mal dengan luas lahan lebih dari 5.000 meter persegi dalam bentuk instruksi gubernur.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Tata Ruang DKI dan Biro Hukum DKI Jakarta melaksanakan moratorium tersebut sampai 2012. Mereka diperintahkan agar tidak memproses atau menyeleksi permohonan izin penggunaan lahan menjadi pusat perbelanjaan, pertokoan dan mal.
Latar belakang penerapan moratorium tersebut karena Jakarta khususnya Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan sudah penuh dengan mal dan pusat perbelanjaan. Banyaknya properti ini dituding sebagai penyumbang kemacetan lalu lintas di Jakarta.
Saat ini memiliki 564 pusat perbelanjaan yang terdiri 132 pusat perbelanjaan dikategorikan sebagai mal dan sisanya 432 pusat perbelanjaan kategori swalayan, hipermart, pusat grosir, pertokoan dan pasar tradisional.