Bisnis.com, JAKARTA - Seniman asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa, terpaksa kecewa karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang mengadili perkara perbuatan melawan hukum yang diajukannya terhadap PT Bank BRI Syariah terkait sengketa gadai emas.
Dalam sidang putusan sela yang digelar Rabu (28/8/2013), majelis hakim yang diketuai oleh Nawawi Pomolango memutuskan tidak menerima gugatan Butet dan menerima eksepsi kompetensi absolut yang dilayangkan oleh Bank Indonesia (BI). "Menyatakan tidak menerima gugatan penggugat atau No," ujarnya.
Majelis hakim menerangkan perselisihan yang terjadi merupakan sengketa syariah. Sehingga, berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perseteruan ini menjadi kompetensi peradilan agama dan pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan.
Dengan demikian, pemeriksaan terhadap gugatan yang diajukan oleh Butet tidak bisa dilanjutkan.
Atas putusan ini, kuasa hukum Butet Indra Prabawa mengatakan kemungkinan pihaknya bakal melayangkan banding. "Kami masih yakin pengadilan negeri berwenang, karena ini gugatan perbuatan melawan hukum. Pengadilan agama tidak bisa mengadili perbuatan melawan hukum," katanya usai persidangan.
Perbuatan melawan hukum yang dimaksud oleh Indra adalah penjualan sepihak yang dilakukan oleh BRI Syariah.
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary BRI Syariah Lukita Prakasa menyambut baik putusan itu. Namun, dia menambahkan pihaknya tetap membuka ruang perdamaian meskipun perkara sudah diperiksa di pengadilan.
"Pada prinsipnya kami beranggapan tidak ada yang salah di produk BRI Syariah dan sudah sesuai dengan ketentuan," katanya.
Perkara ini bermula ketika Butet mengajukan gugatan bersama enam nasabah gadai emas BRI Syariah lainnya. Mereka adalah Widodo, T.L Hardianto, Indah Sulistyowati, Elsie Hartini, Robert Sugiarto, dan Selly Kusuma.
Para penggugat meminta ganti rugi materil dan imateril sejumlah Rp47,78 miliar kepada BRI Syariah. Menurut berkas gugatan, produk investasi itu berupa produk gadai emas syariah yang ditawarkan dengan akad pinjaman dana (qardh) dan sewa-menyewa (ijarah).
Para nasabah meneken sertifikat gadai syariah (SGS) dengan jangka waktu 120 hari. Akad itu juga dapat diperpanjang dengan membuat akad kembali terhitung sejak penandatanganan akte perjanjian.
Pada awal 2012, saat Butet dkk. hendak memperpanjang akad pinjaman dana dan sewa menyewa, namun ternyata BRI Syariah menolaknya.
Tergugat malah meminta Butet menjual emas yang telah dijaminkan dengan alasan adanya surat edaran Bank Indonesia No.14/7/DpbS tentang pengawasan produk qardh beragun emas di Bank Syariah dan Unit Usaha syariah.
Penggugat mengaku heran dan terkejut dengan adanya surat edaran tersebut karena pada saat ditawari produk gadai ini, BI telah mengizinkan pemasarannya kepada masyarakat dan terdapat jaminan aman dari BRI Syariah.
Butet sendiri mengklaim kerugian yang diderita mencapai Rp1,5 miliar. Sementara itu, total kerugian enam nasabah lainnya Rp11,2 miliar.
Menurutnya, penjualan tanpa mekanisme lelang ini bertentangan dengan prinsip syariah dan prinsip kepatutan. Butet dkk menegaskan BRI Syariah telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak memberikan informasi yang benar dan jujur perihal kondisi dan jaminan barang.
Selain ganti rugi, tuntutan Butet dkk menyatakan perjanjian qardh dan ijarah terhadap investasi emas berupa Produk Gadai Syariah Emas itu adalah cacat hukum dan dapat dibatalkan.