Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejarahwan: Waspadai Pemimpin Beracun

Bisnis.com, MAKASSAR - Pada ajang pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 2014 maupun presiden dan wakil presiden akan tampil pemimpin-pemimpin yang memiliki kimiawi toxin alias beracun.

Bisnis.com, MAKASSAR - Pada ajang pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 2014 maupun presiden dan wakil presiden akan tampil pemimpin-pemimpin yang memiliki kimiawi toxin alias beracun.

Hal itu dikatakan oleh sejarahwan dan pengajar Unika Atma Jaya Anhar Gonggong dalam Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) XIV di Hotel Sahid Makassar, Senin (19/8/2013).

Menurut Anhar pemimpin beracun memiliki ciri tidak efektif dan tidak etis. Pemimpin yang tidak efektif biasanya berwujud tidak kompeten, kaku, dan melampaui batas.

Adapun pemimpin yang tidak etis berciri tidak berperasaan, korup, licik, dan jahat. Menurutnya gejala-gejala itu sudah tampak sejak Orde Baru dengan mengamati tingkah laku kepemimpinan yang berkembang saat itu.

Hal yang menggejala di masa Orde Baru, lanjutnya, menampakkan diri secara terbuka dalam periode reformasi saat ini.

"Negara ini ditegakkan oleh orang-orang yang berkarakter, orang-orang yang melampaui diri. Itu yang tidak ada sekarang. Lihat anggota DPR yang masuk penjara," kata Anhar yang juga mengajar di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) sejak 2005 hingga sekarang.

Menurutnya semakin banyak orang terdidik, tetapi tidak tercerahkan. Ditangkapnya Kepala SK Migas Rudi Rubiandini karena kedapatan "menggarong republik" dalam jumlah besar menjadi contoh terbaru.

Ditambahkan KPK yang menangkap sejumlah pemimpin beracun dari tingkatan menteri, wakil menteri, hingga pejabat eselon, menunjukkan kenyataan banyaknya pemimpin toxin yang berlalu-lalang di hadapan masyarakat.

Menurut Anhar, istilah korupsi saat ini juga sudah menjadi elit ketika pelaku korup masih bisa tersenyum dan mengadakan jumpa pers untuk menyampaikan pesan-pesan moral.

Oleh karena itu, Anhar lebih suka menggunakan istilah "penggarong republik" yang dianggapnya lebih bisa menggambarkan perilaku para pejabat yang menelan uang rakyat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper