Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inilah Pemikiran Bernanke tentang Depresiasi Mata Uang dan Inflasi

Bisnis.com, CALIFORNIA - Pemikiran Bernanke tentang depresiasi mata uang dan inflasi untuk perekonomian skala besar seperti Amerika Serikat menarik untuk disimak dan perlu dipelajari penerapannya pada konteks perekonomian skala kecil seperti Indonesia.

Bisnis.com, CALIFORNIA - Pemikiran Bernanke tentang depresiasi mata uang dan inflasi untuk perekonomian skala besar seperti Amerika Serikat menarik untuk disimak dan perlu dipelajari penerapannya pada konteks perekonomian skala kecil seperti Indonesia. Naik turunnya perekonomian AS biasanya berpengaruh terhadap sentimen pelaku bisnis untuk berinvestasi di Indonesia.

Sebelum menjadi ketua Bank Sentral AS (the Fed), Bernanke adalah penulis, pengajar, dan anggota dewan pakar the Fed. Beberapa pokok pikiran Bernanke mengenai instrumen-instrumen moneter yang tersedia dalam pengendalian ekonomi dapat dirangkum sebagai berikut:

Pertama, Depresiasi mata uang: Salah satu tulisan Bernanke yang sangat populer adalah Japan's Slump: A Case of Self-Induced Paralysis? Tulisan ini dipresentasikan dalam pertemuan American Economic Association bulan January 2000. Dalam tulisan ini ia berpendapat bahwa menghadapi kecenderungan suku bunga nol persen (zero bound), kebijakan depresiasi mata uang yen sangat diperlukan untuk menggerakkan kembali perekonomian Jepang.

Bernanke percaya bahwa depresiasi yen dibutuhkan untuk meningkatkan impor karena pada saat itu sedang terjadi surplus besar neraca perdagangan Jepang.

Kedua, Suku bunga jangka panjang: Sebaliknya pada 2002 Bernanke berpendapat bahwa depresiasi nilai mata uang bukanlah stimulus moneter bagi the Fed menghadapi zero bound. Dalam pidatonya tentang pencegahan deflasi yang berjudul Preventing It, ia berpendapat bahwa membeli surat berharga dalam dan luar negeri adalah metode terbaik untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang.

Apabila suku bunga jangka pendek hampir nol, pemerintah dapat merangsang ekonomi dengan menaikan penghasilan obligasi jangka panjang (long term structure debt). Bernanke percaya bahwa operasi pasar obligasi jangka panjang sangat efektif untuk menstabilkan ekonomi. Contoh yang baik dapat dilihat pada periode sebelum tahun 1951 (Fed-Treasury Accord of 1951).

Ketiga, Suku bunga jangka pendek: Penurunan penghasilan (yield) obligasi jangka pendek pada dasarnya bertujuan sama dengan menaikkan suku bunga jangka panjang (kurva naik).

Pengumuman kenaikan suku bunga jangka panjang akan mempengaruhi investor untuk memarkir uangnya pada surat berharga jangka pendek sementara menunggu ketersediaan surat berharga jangka panjang yang berbunga tinggi. Jadi suku bunga jangka pendek akan turun ketika kenaikan suku bunga jangka panjang diumumkan.

Bernanke yakin kebijakan menaikan suku bunga jangka panjang akan lebih efektif ketimbang kebijakan menurunkan suku bunga jangka pendek.

Keempat, Curah Uang dan Penurunan Pajak (Quantitative Easing): Dalam tulisannya bersama Reinhart yang dipresentasikan di Jenewa pada bulan January 2004, Bernanke mengusulkan kebijakan quantitative easing.

Kebijakan ini meniru the helicopter drop of money by Milton Friedman di mana intinya adalah kebijakan menurunkan pajak dan operasi membeli obligasi pemerintah maupun swasta. Kebijakan quantitative easing juga mencakup penurunan kewajiban cadangan minimum dana bank (reserve requirement).

Jadi pemerintah menaikan belanja dengan berutang pada bank sentral, sementara pada saat yang bersamaan masyarakat dan pelaku bisnis memperoleh uang tunai ekstra karena pajak penghasilan diturunkan. Kebijakan ini tentu saja harus terjadi melalui kerja sama menteri keuangan dan the Fed.

Kelima, Target Inflasi: Ide ini diungkapkan oleh Bernanke dalam tulisan …Paralysis? Bernanke menyarankan BOJ (Bank of Japan) untuk mengumumkan target inflasi.

Pengumuman target inflasi - katakanlah sebesar 3-4%, secara psikologis akan mendorong pelaku pasar untuk membelanjakan uangnya. Dengan demikian perekonomian Jepang dapat terhindar dari deflasi (inflasi negatif).

JADI PATOKAN

Seperti diketahui, ekonomi AS berskala besar dan secara global bersifat tertutup. Sifat tertutup maksudnya peristiwa ekonomi di luar AS berpengaruh kecil terhadap ekonomi AS. Sebaliknya ekonomi AS justeru berpengaruh besar terhadap ekonomi negara-negara di luar AS. Selain itu, mata uang dolar AS menjadi patokan (benchmark) bagi hampir semua negara di dunia.

Karenanya mengubah nilai tukar dolar AS bukanlah cara untuk memerangi deflasi dalam negeri AS. Terlebih lagi mengingat masih banyak cara lain yang tersedia untuk mencegah deflasi. Jadi secara tegas Bernanke menolak manipulasi nilai tukar dolar AS sebagai stimulus bagi ekonomi dalam negeri AS.

Dalam tulisannya bersama Reinhart (2004) tersebut di atas, Bernanke mengingatkan bahwa kebijakan target inflasi, quantitative easing, dan penetapan suku bunga surat berharga haruslah sinkron. Itu berarti tidak boleh ada kontradiksi antara indikator ekonomi dan tujuan yang ingin dicapai pemerintah. Apabila ada kontradiksi, pelaku pasar akan mudah menciumnya dan mereka akan tertarik berspekulasi.

Konflik dalam kebijakan moneter dan indikator ekonomi akan membuat para pemilik modal ragu tentang kemampuan pengelolaaan keuangan negara. Contohnya ketika patokan sukubunga pemerintah menjadi sangat berbeda dengan suku bunga nyata dipasaran seperti suku bunga kredit komersil dan suku bunga KPR. Apabila hal itu terjadi, para pemilik modal akan menempatkan uangnya untuk berspekulasi. Spekulasi biasanya mengalahkan tujuan kebijakan ekonomi bank sentral dan pemerintah.

SANGAT RENTAN

Dibandingkan dengan AS, ekonomi Indonesia dapat dikatakan berskala kecil dan bersifat terbuka. Karena itu ekonomi Indonesia sangat rentan dengan perubahan ekonomi dunia - sama rentannya dengan perubahan ekonomi dalam negeri. Pemikiran Bernanke secara utuh dapat diterapkan bagi perekonomian AS atau Jepang, tetapi bukan bagi perekonomian Indonesia.

Perekonomian Indonesia bersifat rawan, karena dalam kondisi normal pemerintah dan BUMN menjadi pelaku pasar terbesar. Oleh sebab itu Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneternya harus berhati-hati agar selalu sinkron dengan pemerintah (Departemen Keuangan), BUMN, dan indikator umum ekonomi. Seperti kata Bernanke, apabila para pemilik modal ragu tentang pengelolaan keuangan negara, dan kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral berlawanan arus dengan indikator-indikator ekonomi yang ada, para spekulan akan bermain dan mengalahkan tujuan kebijakan moneter bank sentral.

Hal yang mengkhawatirkan, karena ekonomi Indonesia relatif berskala kecil, ada banyak spekulan luar negeri yang secara individu ataupun bersama-sama memiliki modal lebih dari $100 miliar, sehingga mereka mampu untuk berspekulasi melawan cadangan devisa Indonesia.

AS dan Jepang biasanya bergulat dengan ancaman deflasi, sedangkan Indonesia selalu bergulat dengan ancaman inflasi.

Kebijakan mendepresiasikan nilai rupiah dan menaikan suku bunga secara perlahan-lahan yang diambil Bank Indonesia akhir-akhir ini sudah sangat tepat untuk mengendalikan inflasi.

Kebijakan yang tepat itu seyogyanya ditindak-lanjuti keterbukaan dengan komunikasi persuasif yang lebih sering dari gubernur Bank Indonesia dan menteri keuangan kepada masyarakat tentang arah pemantapan stabilisasi ekonomi yang sedang atau akan diambil pemerintah Indonesia di bidang fiskal maupun moneter.

* Errol Poluan bekerja pada Aerospace Dynamics International Inc., peraih gelar doktor di University of Phoenix.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Errol Poluan
Editor : Lahyanto Nadie
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper