Bisnis.com, MAKASSAR—Yakuza Jepang memang sudah terkenal, bukan hanya di negara asalnya saja, melainkan ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.
Baru-baru ini Richard Susilo, mantan wartawan Indonesia yang bekerja memburu berita selama lebih dari 20 tahun di Jepang, meluncurkan buku yang banyak mengungkap kehadiran mafia Negeri Sakura hingga ke Tanah Air.
Dalam buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas Juni 2013 itu juga diceritakan bagaimana teknik Yakuza menyembunyikan jejak pembunuhan.
Meski sebenarnya organisasi ini tidak sepenuhnya kriminal, bahkan mereka dikenal cukup banyak memberi bantuan kepada masyarakat, namun terkadang pembunuhan dilakukan secara terencana.
Seorang ahli pembuangan mayat Yakuza yang diwawancarai wartawan majalah Nikkan Spa (terbit 19 Februari 2013) menceritakan bagaimana memproses mayat agar tidak terdeteksi aparat keamanan.
Seperti ditulis Richard dalam Yakuza Indonesia pada halaman 74, mayat dimasukkan ke dalam olahan aspal cair bersuhu 3.000 derajat celcius, dicampur coal tar dan pasir tanah. Kemudian diaduk semua jadi satu sehingga jasad korban tak lagi berbentuk aneh, termasuk tulang.
Aspal itu digunakan untuk membangun jalan raya, sehingga tak tersisa jejak hingga ke DNA korban.
Tentu, Yakuza bekerjasama dengan pabrik pembuat aspal atau pun perusahaan konstruksi jalan. Biasanya mereka dibayar 200.000 yen.
Bukan itu saja, mayat pun harus dipotong sekitar 40 cm agar penghancuran jasad menjadi sempurna. Semua prosesnya bisa dilakukan hanya sekitar 90 menit.
Meski terkenal kejam, kata Richard, tetapi masih banyak juga Yakuza yang tidak melakukan tindak kriminal. Mereka melakukan kegiatan dengan rapi dan diupayakan tidak melanggar hukum setempat, atau setidaknya tidak diketahui aparat.
Anggota Yakuza paling dihormati ternyata adalah kakek mantan perdana menteri Jepang, Junichiro Koizumi, yakni Matajiro Koizumi yang lahir pada 1865.
Diceritakan juga bahwa anggota Yakuza pernah dengan berani menawarkan diri membantu pengerjaan pembersihan di Pembangkit Tenaga Listrik Nuklir Fukushima yang meledak pada 11 Maret 2011 akibat gempa hebat.
Anggota Yakuza itu membantu menutup kebocoran pada saat karyawan dari perusahaan PLTN itu dan anggota badan keselamatan industri nuklir kabur malarikan diri.
Hubungan Yakuza dan perusahaan nuklir telah berlangsung lama, termasuk berkaitan dengan pembuangan limbah radioaktif.
Saat ini Yakuza di Jepang semakin dibatasi geraknya lewat Undang-undang Anti-Yakuza yang bahkan melarang perusahaan mempekerjakan Yakuza. Tekanan bertambah dengan kondisi ekonomi Jepang yang lesu.
Akibatnya, seperti ditulis Richard, banyak dari mereka pergi ke negara-negara yang tengah tumbuh ekonominya untuk mencari uang, termasuk ke Indonesia.