Bisnis.com, JAKARTA--Maman Abdurrahman, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) mengatakan meskipun Undang-undang zakat sudah diatur pemerintah, tetapi implementasi yang diserukan Al-Quran dan Hadist harus tetap dilaksanakan.
Menurutnya, pengelolaan zakat di Indonesia saat ini memang digarap oleh dua lembaga yakni di bawah naungan pemerintah dan lembaga amil zakat yang dikelola masyarakat (swasta).
Namun demikian, seharusnya pengelolaan zakat wajib dipegang seutuhnya oleh pemerintah.
Jika bercermin dari zaman Nabi, jelasnya, segala sesuatu terkait zakat memang ditangani pemerintah, baik penghimpunan maupun penyaluran dilakukan pemerintah, sehingga tidak ada dualisme seperti di Indonesia.
"Namun, sejauh ini saya menilai pengelolaan zakat di Indonesia ada kemajuan,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Maman paham betul potensi zakat di Indonesia memang cukup besar. Akan tetapi masalah yang terjadi saat ini mulai dari kesadaran muzaki dan amilin kurang optimal satu sama lain.
Kesadaran muzaki, dia mencontohkan, dalam membayar zakat masih banyak yang acuh. Untuk itu, badan atau lembaga penghimpun zakat sendiri perlu melakukan strategi guna mengelola sebaik mungkin dana yang belum terhimpun.
“Sebenarnya potensi dana zakat itu hampir kira-kira 1/8 nya dari dana APBN tahun ini. Bisa jadi, jika dikelola dengan baik, setidaknya akan membantu membereskan permasalahan kemiskinan, apalagi kalau setiap pengelola dana penghimpun memiliki program yang baik dan visioner," katanya.
Dia berpendapat sudah saatnya setiap para pengelola dana zakat membuat sebuah inovasi penyaluran yang lebih bermanfaat dan terarah karena hingga kini masih banyak dana zakat yang salah sasaran atau kelola. Imbasnya, ketika warga fakir dan miskin mendapat dana zakat, dihabiskan dengan foya-foya.
Menurutnya, penyaluran dana zakat harus dipersentasekan mana penyaluran zakat konsumtif dan zakat produktif. Setiap fakir miskin, lanjutnya harus diberikan dana kelola produktif berupa modal usaha. Agar tahun berikutnya para mustahiq tersebut tidak lagi menerima zakat, tetapi berubah menjadi muzaki atau pembayar zakat.
“Makanya untuk para muzaki saya sarankan bayarlah zakat ke lembaga yang sudah memiliki izin negara dan tentunya terpercaya,” ungkapnya.
Sementara itu, Pakar Ekonomi Syariah, Prof. Halide mengatakan pelaksanaan zakat di Indonesia dari dulu memang kurang efektif, terutama dari segi pendistribusiannya. Namun, seiring bermunculannya lembaga amil swasta zakat saat ini, perlahan penghimpunan zakat sudah mulai membaik.
"Kita lihat fenomena yang terjadi sekarang, banyak muzaki yang beralih menyalurkan dana ke pihak swasta dari pada pengelola dari pemerintah. Bahkan tidak sedikit yang langsung membayar langsung, ini terjadi karena masalah trust," katanya.
Kasus pendistribusian dana zakat memang menjadi bahan perbincangan di kalangan pemerhati zakat. Adanya dua pihak yang berwenang mengelola zakat antara pemerintah dan lembaga di bawah naungan swasta menjadi kurang terarah.
Kepercayaan muzaki tersebut sangat penting bagi kredibilitas pengelola zakat, karena hal ini berpengaruh kepada siapa penerima zakat yang benar-benar sesuai dengan syariat dan berkeadilan.
Halide menyetujui betul penyaluran zakat produktif diberikan terhadap mustahiq. Bahkan dia menyebutkan sebanyak 70% dana zakat harus diberikan berbentuk modal usaha.
"Misalnya, jika si mustahiq profesinya seorang tukang bangunan, ya kasih berupa peralatan. Jika masyarakat miskin, ya berikanlah modal untuk berdagang," ujarnya.