BISNIS.COM, JAKARTA—Militer Mesir yang telah menggulingkan Presiden Mohamed Mursi akan menghadapi tantangan baru untuk melaksanakan pemilu yang dipercepat karena singkatnya waktu bagi partai oposisi menggalang koalisi mengalahkan partai pendukung Mursi.
Pemerintahan transisi dan Menteri Pertahanan Abdelfatah al-Seesi yang memimpin militer dalam menggulingkan Presiden Mesir terpilih secara demokratis, harus meredam kemarahan kelompok Islam yang turun ke jalan memprotes penggulingan presiden tersebut.
Di sisi lain, pemerintahan transisi juga akan menanggung risiko kehilangan dukungan kalau pihak militer dan pemerintah, yang sebelumnya dielu-elukan berhasil menjatuhkan pemerintahan, tidak mampu memperbaiki kondisi ekonomi yang belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
“Hasilnya sangat tidak jelas, kekacauan di Mesir sangat rumit,” ujar Daniel Serwer, seorang rofesor pengajar manajemen konflik pada Johns Hopkins University di Washington, seperti dikutip Bloomberg hari ini, Kamis (4/7/2013).
Dia mengatakan banyak yang akan mendukung aksi protes karena kondisi ekonomi dan ekonomi tidak akan pulih dalam waktu singkat. Dengan demikian, lanjutnya, euforia akan segera berakhir.
Angkatan Darat Mesir sebelumnya menurunkan paksa Presiden Mohamed Mursi dari tampuk kekuasaan setahun setelah terpilih dengan alasan demi stabilitas keamanan. Namun Moursi menyatakan tindakan itu sebagai sebuah kudeta.
Menteri Pertahanan Mesir, Abdelfatah al-Seesi mengumumkan di stasiun televisi tadi malam bahwa konstitusi akan menghentikan jabatan presiden. Selanjutnya, pemilu lebih awal akan segera dilaksanakan setelah Mursi gagal memenuhi ultimatum selama 48 jam.