BISNIS.COM, JAKARTA-Koalisi Anti Mafia Hutan berencana melaporkan sejumlah dugaan penipuan penyetoran uang ke negara oleh perusahaan sawit, kertas dan tambang yang beroperasi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tama S. Langkun, peneliti dari Indonesia Corruption Watch, mengatakan temuan tentang dugaan korupsi dan penyelewengan pajak sejumlah perusahaan di pelbagai sektor tersebut merupakan hasil investigasi yang dilakukan koalisi tersebut selama 6 bulan terakhir.
Tak hanya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, masalah panyetoran uang negara juga terjadi di Sumatra Selatan oleh perusahaan negara di sektor budidaya tebu.
"Kami berencana melaporkan masalah dugaan korupsi perusahaan-perusahaan tersebut ke KPK, karena diduga melibatkan pejabat publik," kata Tama dalam diskusi pemaparan hasil investigasi tersebut di Jakarta, (12/6/2013).
Laporan investigasi itu menemukan sedikitnya empat perusahaan sektor sawit dan kertas diduga bermasalah dengan penyelewengan penyetoran uang negara. Di antaranya adalah terkait dengan provisi sumber daya hutan (PSDH) maupun dana reboisasi (DR).
PSDH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Sedangkan DR adalah dana untuk rehabilitasi hutan dan kegiatan pendukungnya dari pemegang izin. Keduanya masuk dalam kategori penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Setiap tahun perusahaan memiliki rencana kerja tahunan, sehingga jumlah DR dan PSDH dapat dicocokkan dengan data penerimaan pemerintah," kata Rangga Irawan, peneliti dari Yayasan Titian di Kalimantan Barat, dalam diskusi tersebut.
Hasil investigasi itu menemukan dugaan korupsi perusahaan itu melibatkan menteri dan mantan menteri, kepala daerah dan mantan kepala daerah, pejabat di kementerian, pejabat di pemerintah daerah dan direktur perusahaan.
Walaupun demikian, hasil diskusi itu tak menyebutkan secara rinci nama-nama perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus pajak dan korupsi tersebut. Khusus di Sumatra Selatan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Selatan menuding PTPN VII Cinta Manis bermasalah dengan pajak karena sebagian lahan operasi perusahaan tak memiliki alas izin.
Selain itu, masalah itu juga ditemukan pada perusahaan tambang di Kalimantan Timur. Menurut peneliti Jaringan Advokasi Tambang, Sarah Agustiorini, izin pertambangan hanya diperoleh melalui dua hal, yakni korupsi dan kekerasan.
Pihaknya juga meminta agar Dirjen Pajak mendalami dugaan penyelewengan penyetoran uang ke negara oleh perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan korupsi sumber daya alam tersebut. "Di Kalimantan Timur, perusahaan banyak yang diduga tak menyetor dana reklamasi, sehingga lubang bekas tambang ada di mana-mana," kata Rini.
Koalisi anti mafia hutan terdiri dari pelbagai organisasi a.l. Walhi Sumatra Selatan, Jatam Kaltim, Yayasan Titian, Sawit Watch dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.