BISNIS.COM,JAKARTA—Bank Indonesia (BI) diminta tak tinggal diam dan bersikap pro-aktif melindungi nasabah bank dari potensi kerugian yang muncul akibat perjanjian transaksi valuta asing (valas).
Langkah pro-aktif itu gunan meningkatkan dan membangun kepercayaan nasabah kepada industri perbankan nasional.
Salah satu perusahaan distributor asal Kudus Jawa Tengah, PT Citoputro Indoprima mengaku kecewa dengan sikap otoritas perbankan yang abai dengan persoalan yang menimpa nasabah perbankan.
Citoputro Indoprima dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (PN) Semarang atas dasar tuntutan dari PT Bank CIMB Niaga Tbk. Upaya kasasi dan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh perusahaan tersebut juga telah ditolak oleh Mahkamah Agung.
"Kami sudah berkirim surat sebanyak 4 kali ke BI, tetapi tak ada satu pun yang dibalas. Sebenarnya BI itu kerja untuk siapa? Untuk bank atau nasabah?” ujar kuasa hukum Citoputro Indoprima, Amos HZ. Taka, dalam keterangan persnya, Sabtu (27/4)
Amos menjelaskan Citoputro Indoprima menandatangani perjanjian transaksi valas untuk lindung nilai (hedging) dengan PT Bank Lippo Tbk-kini PT Bank CIMB Niaga Tbk- pada 29 Agustus 2008.
"Perjanjian berlaku satu tahun dimulai 28 Agustus 2008," jelasnya.
Perjanjian transaksi valas tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian gadai atas tagihan tunai yang ditandatangani pada hari yang sama, 29 Agustus 2008. Jaminannya adalah deposito berjangka milik Citoputro Indoprima di Bank Lippo senilai Rp730 juta.
Transaksi valas yang disepakati dalam perjanjian itu berbasis tiap pekan. Artinya, setiap pekan akan ada pencairan valas dari dolar AS ke rupiah. Bank lantas menginisiasi nilai kurs dolar AS terhadap rupiah yang dijadikan sebagai patokan awal transaksi tersebut.
Perjanjian itu mengatur, apabila saat pencairan nilai dolar AS lebih rendah dari kurs patokan, maka Citoputro Indoprima akan menjual US$300.000 ke bank pada harga Rp9.600.
Sebaliknya, jika nilai dolar AS lebih tinggi, perusahaan harus menjual US$600.000 kepada bank.
“Kira-kira sebulan setelah perjanjian hedging itu, menyadari bahwa transaksi tersebut sangat merugikan dirinya. Akhirnya, 16 Oktober 2008 atau satu setengah bulan setelah perjanjian valas diteken, klien kami mengirim surat ke bank meminta itu dihentikan.”
Namun, bukan berarti persoalan itu selesai, Citoputro justru menerima tagihan dalam jumlah yang cukup besar. Prinsipnya, Citoputro sepenuhnya menerima keputusan pengadilan. (if)