BISNIS.COM, JAKARTA – Pengambilan putusan saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas seluruh rancangan undang-undang sebaiknya lewat jalur voting ketimbang jalur musyawarah.
Stephen Sherlock, Director Centre for Democratic Institutions di Australian National University, mengatakan usulannya tersebut didasarkan pada tiga hal. Pertama, efisiensi. Pengambilan putusan melalui proses musyawarah dinilainya sangat lamban dan bisa menunda putusan. Lewat voting, waktu pengambilan putusan dapat lebih cepat.
Lambannya pengambilan putusan dikeluhkan anggota dewan dalam buku politik yang baru saja diluncurkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Buku itu bertajuk Hukum Sistem Pemilu: Potret Keterbukaan dan Partisipasi Publik dalam Penyusunan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Kedua, demokrasi yang representatif. Menurut Sherlock, mufakat mengambil hak anggota dewan untuk bersuara.
“Ternyata ada pertemuan lobi di belakang antarpimpinan fraksi. Publik tidak bisa melihat itu. Voting sebenarnya bisa mewakili pendapat anggota dewan, yang artinya mewakili pendapat masyarakat,” kata Sherlok saat peluncuran buku, Kamis (25/4/2013).
Ketiga, transparansi dan akuntabiliitas. Sherlock menjelaskan voting memberi ruang bagi publik untuk melihat bahwa setiap anggota dewan kasih suara. Cara itu digunakan untuk menjaga akuntabilitas terhadap konstituen.